Mutiara

Sabtu, 30 April 2016

Ribuan Halaman Tanpa Ayat Tuhan

Aku terjaga bersama alam
Tak kupejamkan mata demi malam
Aku takut dunia ini hilang
Selalu kupastikan timur itu benderang


Bertumpuk kertas berserakan
Selesai kubaca, lelah kulipat kedua tangan
Berat mata ini, harus kupejamkan
Aku telah membaca ribuan halaman

Dimanakah ayat-ayat Tuhan?

Jumat, 29 April 2016

PhD Linguistics by Research Only at Lancaster University

 PhD Research Areas
  1.  Discourse Studies 
  • Studies of Gender and Sexualities
  • National Identities
  •  Media Interaction
  •  Metaphor
  • Language and Politics
  • Language and migration
  • Academic discourse
 2.  Language and Literacy in their Social Contexts
  • Sociolinguistics (Language variation, language contact, multilingualism)
  • Literacy in everyday life, including online  
3. Linguistics Theory and Language Description
  •  Corpus-based and contruction grammar, phonology
4. Teaching, Learning and Assessment
  • Language testing and diagnosis
  • Task-based language learning
  • Second language acquisition
  • Learner language
  • Intercultural communication 
5. Methods of Language Research
  • Corpora
  • New technologies
  • Database
  • Etnography
  • Experiments
  • Sociolinguistics Survei
Entry Requirements
1. Academic
Usually an MA, with a good mark

2.  English Language Level (for aplicants whose native language is not English)
  • IELTS with score at 6.5 overall with at least 6.5 in the reading and witing elements and 6.0 in the listening and speaking elements 
 More Info

PROFESI dalam bahasa Korea



무슨 일을 하세요?[Musun ireul haseyo?]
What do you do? / Apa pekerjaan anda?
저는 학생 입니가 [joneun haksaeng imnida]
I am student/ saya seorang murid      
하교에서 공부헤요 [hagyoeso gongbuheyo]
I study at school/ saya belajar disekolah
저는 산생님 입니다 [joneun sansaengnim imnida]
I am teacher/ saya seorang guru
하교에서 일하세요 [hagyoeso irhaseyo]
I works at school/ saya bekerja disekolah
아버지는무슨 일을 하세요 [Abojineun musun ireul haseyo?]
What does father do? / Apa pekerjaan ayah?
우리 아버지는 회사에 다니세요. [Uri abojineun hoesae daniseyo]
My father works at the company/ Ayah saya bekerja di perusahaan.
병원에 일하세요 [byeongwoneso irhaseyo]
He works at the hospital/ Dia bekerja di rumahsakit.
우리 아버지는 교회에서 일하세요 [ Uri abojineun gyohoeeso irhaseyo]
Our father (my father) works at the church/ Ayah saya bekerja di gereja.
어머니는 무슨 일을 하세요? [Omonineun musun ireul haseyo?]
What does mother do?/ Apa pekerjaan ibu?
우리 어머니는 병원에 일해요 [Uri omonineun byeongwoneso irheyo]
Our mother (my mother) works at hospital/ ibu saya bekerja di rumahsakit.

Vocabulary List (daftar kosa kata):
[ uisa]                                    : doctor/ dokter
간호사 [ganhosa]                            : nurse /perawat
산생님 [sansaengnim]                     : teacher/ guru
학생 [hagsaeng]                               : student/ murid
배우 [paeu]                                       : actor/ actor
군인 [gunin]                                      : soldier/tentara
변호사 [byeonhosa]                          : lawyer/ pengacara
경찰  [gyeongchal]                            :police/polisi
소방관 [sobanggwan]                        : fireman/ pemadam kebakaran
이발사 [ibalsa]                                  : barber/ tukang cukur
하교 [hagyo]                                     : school/sekolah
회사 [hoesa]                                      : company/perusahaan
병원 [byeongwon]                            : hospital/rumahsakit

교회 [gyohoe]                                   :church/gereja

Aku Selalu Beruntung

Ali r.a mengatakan, "Sabar dan Iman itu bagaikan kepala dan tubuh". Karena itu, bergembiralah dengan kabar akan tersedianya pahala akhirat untuk kalian di surga Firdaus yang berada di sisi Allah Yang Maha Esa. Semua itu adalah balasan dari apa yang telah engkau perbua, engkau upayakan dan engkau korbankan. Selamat untukmu atas keimanan, kesabaran dan ketakwaanmu. Sesungguhnya engkau akan tahu bahwa dirimu selalu beruntung sebagaimana ditegaskan Allah : "Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar"

Katakan "Aku selalu beruntung" dalam kondisi apapun.
 -Keinginan tercapai, Impian tercapai, apa apa ada, iya aku bersyukur karenanya. Aku beruntung. Kebaikan bagi setiap orang yang bersyukur.
-Keinginan tak tercapai, impian jauh dari harapan, iya aku akan bersabar. Aku beruntung. Nilai kebaikan ada bagi orang-orang yang bersabar.
-Ditinggal orang terkasih, patah hati, kecewa, iya aku bersabar. Aku beruntung. Nilai kebaikan ada bagi orang yang bersabar. Akan digantikan yang lebih baik.
-Dalam keadaan terbatas, baik makan dan minum, papan, sandang, iya aku bersabar, aku bersyukur, aku beruntung. Semua adalah kebaikan.

Atau

 Berlimpah, lupa bersyukur,
Kehilangan, sedih, kalut, kekurangan. Tidak bersabar dan berburuk sangka pada yang Maha Memiliki.

Kebaikan atau kesesatan adalah pilihan.

Semoga selalu di lindungiNya.

Source:
Aidh Abdullah

Menggulung asa

Aku urungkan setiap kali aku mengingatmu, lebih dari rindu
Aku gulung asaku setiap hari
Aku sembunyikan dari angin yang memporak porandakan
Berharap, perasaan ini berganti
Atau cinta ini tak berdenyut lagi
Nafas berhenti
Lalu mati

Mungkin sadis, tapi
Cinta ini tak pantas terjadi
Mungkin perih, tapi
Cinta ini tak seharusnya kuberi
Kata kata ini hanyalah angin, aku tahu kamu tak menerima
Kepadamu, aku malu.

Kamis, 28 April 2016

Bahagia dengan Jujur

'Telah kukatakan kepada hatiku
Jika kesedihan menerpamu, berbahagialah engkau!
Pasti akan segera sirna'

Seseorang memang tidak mungkin menyandarkan kebahagiaannya kepada selain dirinya sendiri. Namun ia bisa mengikuti petunjuk jalan menuju keutamaan untuk mencapainya:
1. Jalan yang menuntun manusia untuk menjadi seseorang yang jujur, pemberani, mencintai pekerjaanya dan menyayangi sesama.
3. Jalan yang mengajarkan untuk selalu bekerja sama dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri dan lebih mengedepankan hati nurani yang suci dalam setiap geraknya.

Kebahagiaan bukan khayalan tapi kenyataan.
Kebahagiaan bisa dinikmati dari perjalanan hidup kita sendiri. Dari hal hal kecil dan spele, dari petualangan kecing sepanjang jalan menuju kantor misalnya, dari pertemuan dengan penjual-penjual makanan dijalan, hhmm, juga dari angin sepoi-sepoi.

Berbahagialah tanpa pengingkaran, kedurhakaan dan menyulitkan diri sendiri dalam kesusahan.

Pelajaran dari -Aidh Abdullah-

Rabu, 27 April 2016

STRUKTUR TOEFL IBT

TOEFL IBT berbeda dengan TOEFL PBT, TOEFL CBT dan TOEFL ITP. TOEFL IBT mencakup empat skill yang berintegrasi. Empat skill itu adalah reading, listening, speaking dan writing.
Test TOEFL IBT membutuhkan waktu kira-kira 4 jam  dengan total skor 120.


TOEFL Dari Masa ke Masa

 TOEFL telah mengalami perubahan-perubahan dari masa ke masa.
-TOEFL Paper Based Test (PBT) tahun 1964-1998
-TOEFL Computer Based Test (CBT) tahun 1998-2005
-TOEFL Internet Based Test (IBT) tahun 2005-Sekarang
 



Bermurah Hatilah


"Sesungguhnya Tuhan telah mencukupkan untukmu semua yang terjadi kemarin,
Dan Dia akan mencukupkan pula untukmu apa saja yang akan terjadi besok hari"  -aidh abdullah-

Jadi yang sudah ya sudah, ga perlu diungkit.Tak perlu ada dendam.

Yang belum terjadi, ga usah terlalu digelisahkan.

Lakukan saja yang terbaik hari ini, versi masing2.

HOW BILINGUAL CHILDREN ACQUIRE LANGUAGES?

HOW BILINGUAL CHILDREN ACQUIRE LANGUAGES?
By: Dwi Puji Lestari
Children can learn new language very easily. Even though we do not take them to the formal education to learn languages in their early childhood, we will be very surprised finding them communicate two languages or more with people around them. This essay agree with Birner (n.d.) statement in her Journal that said, “there is no evidence to suggest that it’s any harder for a child to acquire two languages than it is for the child to acquire one language.” It is happened because children have ability in learning language simultaneously or sequentially. So, by those two ways children can absorb and learn different languages.
Simultaneous learning for children is very possible happened at bilingual home because children can learn two languages at once. Bilingual home acquires parents speak in different languages every day. Steinberg (2006) said that there are two basic situations in which children may learn: (1) One Person-One Language, (2) One Person-Two Languages. In this case parents has important rule in giving language exposure naturally. In the first situation mother speaks one language while father speaks another language. They will give two different exposures of language. So this situation will force children to learn both languages in the same time for children communicate with father and mother.
The second situation is One Person-Two Languages. It means one person speak two different languages. For example, the mother uses both Javanese and Indonesia languages, and father does the same. Two languages are mixed by each parent. By this situation the children also has good exposure of language at home. Although the situation is a bit different with the One-Person-One Language, this way never makes difficulties for children. Stainberg (2013) said that children can be fluent in both languages by the age of 3 or 4 years. Thus, simultaneous learning both One Person-One Languae and One Person-Two Languages are normal situation of children in acquiring languages.
Besides simultaneous learning, bilingual children also acquire languages by sequential learning. Steinberg et al (2013) said, “the sequential kind of bilingual situation can occur for children when children learn second language at school. This is common happened for Javanese children in village. They learn and speak Javanese with their parents at home while they also study second language, Indonesia Language, at elementary school. This is what makes different between simultaneous learning and sequential learning. The starting time in acquiring both language is different. Children learn second language after they have learnt first language. Thus, not all bilingual children learn two languages at once but they also learn languages one by one.
Overall, this essay concludes that bilingual children acquire languages very easily with two different ways; simultaneous and sequential learning. Simultaneous learning makes children learn two languages in the same time. Children acquire both language at once with certain circumstances that create good exposure of language such as One Person-One Language and One Person – Two Languages. Besides, children also acquire two languages sequentially with different starting time. They acquire first language well before they learn second language.

Refferences
Birner, Betty. (n.d) ‘Bilingualism’ Linguistic Society of America, [online]. Available at             www.linguisticsociety.org/resource/faq-what-bilingualism (Accessed 15th December
2014).
Steinberg, Danny D. and Natalia V. Sciarini. (2006) ‘An Introduction to Psycholinguistics’, New             York: Routledge.
Steinberg, Danny D., Hiroshi Nagata. and David P Aline. (2013) ‘Psycholinguistics: Language,    Mind, and World’, New York: Routledge.





KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF TERHADAP SEMBILAN BAHASA DI FLORES

KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF TERHADAP SEMBILAN BAHASA DI FLORES

PENGANTAR
Kajian terhadap Sembilan bahasa di Flores dilakukan dengan metode komparatif, yaitu untuk mengumpulkan bukti-bukti bahwa dalam bahasa-bahasa itu terdapat hubungan kekerabatan. Menurut Antila, 1972:20 tugas utama linguistik historis komparatif mempunyai kewenangan dalam mengkaji relasi historis kekerabatan diantara sekelompok bahasa tertentu. Hal itu dikarenakan karena Linguistik Historis Komparatif merupaan cabang ilmu linguistic yang mempunyai tugas utama menetapkan fakta dan tingkat kekerabatan antarbahasa, yang berkaitan erat dengan pengelompokan bahasa-bahasa kerabat.
Kebanyakan penelitian-penelitian mengenai bahasa Austronesia telah banyak dilakukan pada bahasa-bahasa Indonesia Barat dan telah berhasil merekonstruksi sejumlah protobahasa pada tingkat yang lebih rendah. Penelitian terhadap bahasa-bahasa Indonesia timur sendiri masih tergolong langka. Oleh karena itu penelitian terhadap sembilan bahasa di Flores ini dapat dijadikan sumbangan yang sangat berguna dalam kajian mengenai bahasa Austronesia.
Sebelumnya ada beberapa linguist yang mengkaji bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur dan Barat.  Eser (1938) telah secara tegas membagi bahasa-bahasa sekerabat di Flores menjadi dua kelompok sebagai berikut:
1.      Kelompo Bima-Sumba (BS)
a.       Manggarai (Mg)
b.      Rembong (Rb)
c.       Komodo (Km)
d.      Ngadha (Ng)
e.       Palu’e (Pl)
f.       Lio (li)
2.      Kelompok Ambon-Timor (AT)
a.       Sika (Sk)
b.      Lamaholot (Lh)
c.       Kedang (Kd)
Pengelompokan bahasa-bahasa diatas juga diilhami oleh linguist bernama Jonker, komparativis Belanda yang merintis studi komparatif bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur. Ada juga ahli linguistik lain yang juga mengelompokan bahasa-bahasa Flores, Brandes. Meskipun pengelompokan bahasa Flores menurut Brandes mendapat sanggahan dari Jonker, pandangan Brandes yang berhubungan dengan bahasa-bahasa sekerabat di Flores masih dianut Jonker. Pandangan itulah apa yang disebut dengan Garis Brandes. Garis Brandes mengingatkan tentang garis pemisah pada peta yang membagi bahasa-bahasa nusantara atas kelompok Nusantara Timur dan Nusantara Barat. Lintasan yangmelewati Flores dan kepulauan Solor telah memisahkan bahasa-bahasa Flores Barat (Mg, Rb, Km, Ng, Li, dan Pl) dan bahasa Flores Timur (Sk, Lh, Kd).  Sehingga menurut Brandes apa yang disebut bahasa Flores Barat termasuk kedalam Nusantara Barat dan bahasa Flores Timur masuk kedalam Busantara Timur.
Jika dilihat pada tingkat criteria sintaksis, pengelompokan bahasa Flores menurut Brandes mendapatkan sanggahan dari Jonker. Jonker berpegang pada dalil bahwa bila cirri-ciri linguistic tertentu telah dikenakan sebagai criteria pengelompokan bagi bahasa-bahasa pada satu wilaya, tidak dapat sekaligus pula berlaku bagi pengelompokan bahasa yang independen di wilayah ini. Misalnya telah diperlihatkan Jonker bahwa evidensi pada bahasa Banggai Sulawesi Tengah menurut Brandes termasuk pada Nusantara Barat menunjukan pola urutan konstruksi genetif yang sama dengan bahasa Nusantara Timur Lainnya. Padahal menurut Brandes, konstruktif genetif terbalik diajukan sebagai pembeda antara kelompok Nusantara Timur. Bentuk konstruktif generative pada kelompok Nusantara Barat yaitu urutan ‘unsur pusat’ mendahului ‘unsur atributnya’, sedangkan bahasa Nusantara Timur adalah sebaliknya bahwa ‘unsur atribut’ mendahului ‘unsur pusat’.
Karena perbedaan pendapat itu munculah beberapa asumsi sebagai berikut:
a.       Pembagian bahasa-bahasa di Flores atau kelompok t dan BS seperti dalam peta Esser (1938) sesuai pendapat Jonker belum dilandasi oleh hasil penelitian yang mendalam.
b.      Hubungan antarbahasa sekerabat di Flores perlu dikaji dengan lebih mendalam untuk menelusuri sejarah bahasa-bahasa tersebut secara saksama.
c.       Pandangan Brandes-Jonker yang dicetuskan dalam kurun waktu hamper seabad lampau perlu dikaji kembali dan disesuaikan dengan kemajuan yang dicapai pada berbagai bidang yang berkaitn dengan studi Austronesia.
Berdasarkan gambaran diatas, pokok-pokok menarik dalam kajian ini dirumuskan sebagai berikut:
a.       Bahasa-bahasa sekerabat Flores hingga kini belum diteliti sejarahnya secara lebih mendalam
b.      Penetapan fakta dan tingkat kekerabatan perlu diamati secara sistematis dan mendalam untuk mencari pemecahan yang lebih memuaskan dalam pengelompokan bahasa ini.
c.       Jawaban yang memuaskan akan menjadi sumbangan yang bermanfaat dalam upaya menata sejarah bahasa-bahasa Indonesia Timur pada umumnya.
d.      Perlu ditempuh usaha merekontruksi protobahasa Flores yang merupakan bahasa asal bagi keenam bahasa Flores yang diteliti.
e.       Dalam merekonstruksi FPL, pendekatan kualittif yang digunakan dalam telaah komparatif ini bermanfaat untuk temuan-temuan linguistic sebagai evidensi dalam penetapan fakta.
f.       Penelitian bahasa yang menjangkau bahasa-bahasa lain diluar Flores secara kuantitatif diperukan dalam penyusunan hipotesis dasar dari penelitian ini.

Ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
a.       Pengelompokan Bahasa
Dalam rangka menetapkan fakta dan tingkat kekerabatan antarbahasa Flores yang diteliti, melalui penelitian ini akan dirinci lebih lanjut anggota subkelompok dari kelompok bahasa sekerabat itu. Penelitian ini mempunyai tujuan tersiratyaitu agar penelitian ini dapat menyumbangkan informasi yang diperlukan untuk melengkapi pengetahuan yang lebih baik mengenai hubungan kekerabatan bahasa-bahasa di Indonesia Timur
b.      Rekonstruksi bahasa Asal
Bahasa yang diteliti akan direkonstruksi untuk menetapkan bahasa asal serta mesobahaa (protobahasa pada tingkat yang paling rendah pada bahasa yang lebih awal). Rekonstruksi bahasa dilakukan secara sistematis dan sesuai prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga bisa diamati hubungannya dengan hasil rekonstruksi bahasa asal yang paling tinggi, yaitu protobahasa Austronesia (PAN). Rekonstruksi bahasa asal dalam penelitian ini menelaah tataran fonologi dan leksikon. Telaah komparatif dibidang fonologi dimaksudkan untuk menetapkan fonem-fonem bahasa asal yang refleksnya tampak pada bahasa Flores yang diteliti. Rekonstruksi leksikon bahasa asal merupakan langkah lanjutan dari rekonstruksi fonologinya untuk menetapkan etymon protobahaa dari bahasa yang dibandingkan berdasarkan perangkat kognat yang ada. Penelitian dibidang linguistic komparatif cukup sampai pada tataran fonologi dan leksikon saja karena kaidah-kaidah korespondensi fonem sudah disusun tanpa mengacu pada tataran yang hierarki lebih tinggi seperti morfologi, sintaksis dan semantic.

Menurut Dyen dalam pendekatan kuantitatif yang dilakukannya terhadap bahasa-bahasa subkelompok Bali serta sekelompok bahasa NTB dan NTT, mengisyaratkan adanya kekerabatan yang lebih erat. Beliau juga mengatakan bahwa terdapat kekerabatan yang lebih erat antarbahasa di Flores dalam subkelompok Sika (Ende (Li), Sk dan Lh). Peneliti lain, Capell (1969:41) meragukan keaustronesiaan bahasa-bahasa Flores. Dalam peta diagramatiknya, wilayah bahasa Austronesia di Indonesia memasukan bahasa-bahasa FB ke dalam wilayah bahasa tipe Oseanik dan bahasa FT kedalam wilayah Indonesia Timur.
Selain Dyen dan Capell, Blust dalam sejumlah artikelnya mengajukan sebuah hipotesis yang mengemukakan bahwa bahasa-bahasa di NTT dan sejumlah bahasa Maluku merupakan anggot subkelompok Melayu-Polinesia Tengah atau CentralMalayo-Polynesian (CMP). Menurutnya, bahasa-bahasa di Flores mempunyai hubungan kekerabatan yang termauk dalam subkelompok CMP.

Hubungan antarbahasa dapat di buktikan berdasarkan unsure-unsur warisan dari protobahasa. Seperti yang telah disampaikan oleh Bynon, protobahasa meruakan suatu gagasan teoritis yang dirancangkan untuk menghubungkan system-sistem bahasa sekerabat dengan memanfaatkan sejumlah kaidah.  Misalnya menggunakan kaidah perubahan bunyi.
           
Dengan menggunakan perangkat kognat suatu bahasa dapat ditelusuri hubungan kekerabatannya dengan menelaah perubahan-perubahan bunyi yang yang selanjutnya dapat diformulasikan kaidah-kaidah perubahan bunyi yang teratur atau korespondensi fonem antarbahasa sekerabat. Menurut Dyen (1978:34) pemilihan kata-kata bahasa sekarang merupakan kelanjutan dari bahasa asalnya. Olehkarena itu korespondensi fonem yang diformulasikan dari perangkat kognat dapat menjelaskan hubungan kekerabatan suatu bahasa.

Pembuktian keterkaitan bahasa satu dengan bahasa lain perlu dilakukan pengelompokan bahasa berdasarkan kualitatif berupa inovasi bersama secara eksklusif. Inovai yaitu prubahan yang memperlihatkanpenyimpangan dari kaidah perubahan yang lazim. Bukti-bukti yang ditemukan melalui pendekatan kualitatif dapat ditelusuri secara lebih tuntas melalui prosedur rekonstruksi bahasa asal. Semkin banyak bukti kualitatif, semakin meyakinkan pula hasil pengelompokan yang mencerminkan relasi historis kekerabatan bahasa.

Pendekatan lainnya yang mungkin dilakukan adalah pendekatan kuantitatif, yaitu dengan menggunakan daftar kata swadesh untuk menelusuri padanan perangkat kognat bahasa-bahasa yang diteliti. Bilamana terdapat bukti-bukti kuantitatif yang sejalan dengan bukti-bukti kualitatif maka hasil yang dicapai oleh pendekatan kuantitatif merupakan hipotesis yang sah bagi pendekatan kualitatif.

Dalam kajian ini dapat dirumuskan hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti sebagai berikut:
1.      Bahasa-bahasa Flores mempunyai hubungan kekerabatan yang erat karena diduga berasal dari induk bahasa yang sama.
2.      Bahasa-bahasa subkelompok PB salah satu simpai bipartite dari kelompok FL, mempunyai hubungan erat antarsesamanya jika dibandingkan dengan FT yang diduga merupakan simpai bipartite yang lain.
3.      Bahasa-bahasa anggota kelompok FB diduga diturunkan dari bahasa asalnya yaitu, yaitu PFB; dan bahasa-bahasa anggota subkelompok FT diturunkan dsri bahaa asalnya, yaitu PFT.
Penelitian bahasa flores ini dilakukan beberapa tahap pelaksanaan penelitian yaitu:
1.      Pengumpulan data
Melalui studi pustaka dan penelitian lapangan data dikumpulkan dan dianalisis sementara
2.      Pemungutan Data
Data berupa perangkat kognat dipungut dan dipisahkanatas unsur asli
3.      Pengelompokan Bahasa
Melalui bukti-bukti kuantitatif dan kualitatif pengelompokan bahasa ditetapkan.
4.      Penetapan Tahap Rekonstruksi
Setelah diperoleh gambaran garis silsilah kekerabatan bahasa menurut pengamatan kuantitatif, dapat ditetapkan tahap rekonstruksi yang akan ditempuh.
5.      Rekonstruksi Fonologi
Penetpn protofonem melalui rekonstruksi fonologi dengan menggunakan perangkat kognat.
6.      Rekonstruksi Leksikal
Berdasarkan perangkat kognat-kognat asli ditetapkan etymon (protokata) dengan mempertimbangkankaidah perubahan fonem yang berlaku bagi bahasa-bahasa sekerabat anggota subkelompok.
7.      Pengamatan Hubungan Antarprotobahasa pada Dua Peringkat yang Berbeda
Berdasarkan hasil formulasi kaidah korespondensi protofonem dapat ditetapkan evidensi pengelompokan berupa inovasi bersama dibidang fomologi bagi kelompok bahasa pada peringkat yang lebih rendah secara eksklusif.





SIKAP DAN PERILAKU PENCINTA K-POP


SIKAP DAN PERILAKU PENCINTA K-POP
Oleh: Dwi Puji Lestari 

I.                   PENDAHULUAN
Era globalisasi memberikan banyak pengaruh pada masyarakat. Konsep globalisasi menjadikan teknologi dan informasi sebagai sarana untuk mengetahui dunia luar yang sangat luas. Informasi yang cepat tanpa batas dapat diakses melalui teknologi yang mudah diakses pada masa ini. Dengan adanya kemudahan-kemudahan dalam mengakses segala informasi itu, mau tidak mau masyarakat dunia akan lebih terbuka di berbagai aspek seperti ilmu pengetahuan, politik,  budaya, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan sosial.
Pengaruh dari negara-negara lain masuk ke Indonesia mulai dari kemajuan teknologi, komunikasi, perekonomian, serta budaya. Contoh yang sangat dekat dengan anak muda adalah mengenai perubahan gaya hidup yang cenderung meniru budaya dari negara lain. Budaya negara lain yang saat ini yang merambah dunia anak muda adalah budaya Korea. Karena kemajuan teknologi dan informasi, budaya korea itu masuk dan mempengaruhi anak muda dengan sangat cepat. Apalagi dengan adanya drama korea yang popular dan grup-grup musik yang tak kalah popular dikalangan remaja yang dapat dengan mudah diakses melalui gadget dan media lainnya. Maraknya budaya korea dikalangan anak muda ini disebut dengan istilah Hallyu, dan K-Pop merupakan salah satu genre musik korea yang sangat digandrungi anak muda.
Adanya Hallyu ini memunculkan para pecinta budaya Korea dan membentuk komunitas atau kelompok yang disebut Korea Lovers. Komunitas atau kelompok  itu tidak hanya di satu negara saja namun ada di setiap negara. Mereka bergabung dan saling berinteraksi melalui media sosial seperti facebook, twitter, website dan media lainnya bahkan ada yang bertemu langsung dalam suatu acara. Anggota yang terdaftar dalam komunitas itu akan saling terhubung satu sama lain, bahkan saling berinteraksi secara lansung melalui acara-acara yang diadakannya pada saat gathering. Dalam komunitas itu terdapat fandom yang mempunyai nama yang unik dan cerita dibaliknya. Setiap grup musik yang digandrungi mempunyai fans sendiri dengan nama komuniats dan identitas yang unik. Seperti misalnya fandom TVXQ (Cassiopeia), fandom Super Junior (ELF), fandom SNSD (SONE), fandom Shinee (Shawol) dan fandom BigBang (V.I.P). Selain nama terdapat juga symbol-simbol dan warna yang menjadi ciri khas masing-masing fandom itu.
            Dalam komunitas-komunitas penggemar itu terdapat sekelompok manusia yang saling berinteraksi satu sama lain. Interaksi terjadi tidak hanya antar satu atau dua orang saja melainkan melibatkan banyak orang. Dalam kelompok penggemar itu terdapat nilai kebersamaan yang ditunjukan dengan adanya identitas dan symbol yang menandakan suatu bentuk kesatuan. Dalam mencapai tujuan kelompok itu pasti ada interaksi diantara anggota-anggota nya sehingga akan menunjukan sikap-sikap dan perbuatan-perbuatan tertentu. Untuk itu adanya kelompok-kelompok pasti akan menimbulkan bentuk sikap dan perbuatan orang-orang yang terlibat dalam kelompok itu.
II.                KAJIAN PUSTAKA
Penelitian mengenai penggemar K-Pop telah dilakukan sebelumnya oleh Erin Wahyuastri dan Ali Imron dari Universitas Negeri Surabaya mengenai pola-pola interaksi simbolik pada pecinta K-POP di komunitas Korean Lovers di Surabaya (KLOSS). Dalam kajian itu dibahas mengenai interaksi simbolik yang terjadi antar penggemar K-POP baik antar sesama newbie atau antar sesame pro dan antara Pro dengan  newbie dengan menggunakan pendekatan interaksi simbolik. Teori interaksionisme simbolik yang digunakan yaitu verbal dan non verbal sehingga ditemukan pola-pola interaksi: jika K-Popers pro bertemu dengan sesam K-Popers pro dalam satu fandom maka symbol atau gesture yang ditunujukan adalah biasa saja, jika K-Popers newbie bertemu dengan K-Popers pro maka K-Popers newbie cenderung untuk lebih mendekati dan mengenal lebih jauh untuk mendapatkan berita atau gossip terbaru tentang K-Pop atau idolanya. Berbeda jika K-Popers pro bertemu dengan K-Popers newbie yang cenderung cuwek dan tidak merespon karena newbie dianggap tidak serius. Disinilah menurut penelitian itu bahwa terjadi ketidak seimbangan pada pola interaksi antar newbie dengan pro ataupun sebaliknya.
Penelitian lain mengenai K-Pop dilakukan oleh Meivita Ika Nursanti dari Universitas Diponegoro Semarang mengenai penciptaan makna dan produktivitas atas perilaku konsumtif yang dilakukan penggemar. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku konsumsi informan sebagai penggemar K-Pop didasari oleh motif kepuasan untuk memenuhi kebutuhan afeksi dan emosi. Pemaknaan yang dilakukan oleh penggemar tidak hanya dilakukan secara individu melainkan juga secara kolektif yaitu dengan membuat teks budaya seperti fan fiction dan fan art. Jadi menurut penelitian itu,motif dibalik konsumsi dan produksi teks itu adalah selain sebagai bentuk respon atas bentuk teks yang ada di media massa juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan afeksi dan emosi sebagai penggemar.
Jika penelitian pertama mengkaji tentang interaksi simbolis pada penggemar K-Pop dan peneliti kedua mengkaji tentang penciptaan makna dan produktivitas penggemar K-Pop maka dalam esai ini akan mengkaji K-Pop dari sudut pandang  psikologi sosial yang terdapat pada para penggemar K-Pop sehingga dapat mengetahui bentuk-bentuk sikap dan perilaku yang dilakukan oleh para penggemar K-Pop.


III.             PROBLEMATIK
Karena era globalisasi masyarakat menjadi sangat terbuka akan berbagai informasi dari luar negeri. Termasuk K-Pop adalah salah satu dari sekian banyak pengaruh yang masuk di kehidupan anak muda saat ini. Adanya industri music K-Pop tidak hanya mengenalkan musik kepada audiens tetapi juga mengenalkan budaya melalui gaya rambut, fashion, make up dan tarian. Adanya K-Pop juga menyebabkan menjamurnya fans hingga membentuk suatu kelompok-kelompok fans tertentu. Untuk itu ada beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam kajian ini diantaranya:
1.      Apakah adanya  K-Pop dengan kelompok-kelompok penggemarya itu mempengaruhi sikap penggemarnya?
2.      Apakah bentuk sikap dan perbuatan itu?
3.      Apakah sikap para penggemar K-Pop konsisten dengan perilakunya?

IV.             LANDASAN TEORI
Sebelum bersikap, seseorang menggunakan perasaan dan pikirannya dalam melihat kenyataan dilingkungan sekitar. Menurut Fishbein& Ajzen dalam Faturachman (2006:43) sikap adalah organisasi yang relative menetap dari perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan dan kecenderungan perilaku terhadap orang lain, kelompok, ide-ide atau obyek-obyek tertentu. Seseorang yang berada dalam suatu situasi tertentu ataupun kelompok tertentu akan mempunyai rasa dan keyakinan dalam berperilaku terhadap orang lain atau kelompok. Dapat dismpulkan bahwa, ada tiga hal yang terkandung dalam sikap yaitu perasaan, keyakinan dan perilaku.
Perasaan yang dimilki seseorang akan suatu obyek bisa positif dan bisa juga negative. Sedangkan perasaan itu sendiri bisa diungkapkan secara verbal dan non verbal. Pengungkapan perasaan secara verbal misalnya berupa perkataan yang berupa pujian, kekaguman, dan penghargaan. Perasaan yang diungkapkan dengan gesture-gesture dan ekspresi tertentu misalnya senyuman, mata yang melebar, rona muka yang cerah merupakan bentuk perasaan yang non-verbal. Keyakinan akan suatu hal bisa berupa sebuah opini mengenai suatu kenyataan. Sehingga bisa dikatakan bahwa respon kognitif merupakan ekspresi dari keyakinan (Ajzen&Fisbein: 1975).
Selain ada sikap dalam merespon suatu fenomena, ada juga yang disebut dengan perilaku. Setelah seseorang mempunyai sikap tertentu akan suatu hal, bisa jadi akan muncul perilaku-perilaku atas sikapnya itu. Perilaku yang ditimbulkan bisa sejalan dengan sikap bisa juga berlawanan dengan sikapnya. Menurut Fishbein&Azein dalam Faturochman (2006:50), antara sikap dan perbuatan terdapat satu faktor psikologis lain yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat. Tanpa ada niat suatu perbuatan tidak akan muncul meskipun ada sikap yang sangat kuat. Misalnya saja seseorang sangat setuju dan bersikap positif tentang kebersihan lingkungan, namun orang itu belum tentu mau berpartisipasi dalam menjaga kebersihan seperti buang sampah pada tempatnya.
Menurut Faturachman ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan antara sikap dan niat itu bisa serasal dari diri sendiri atau pun dari luar. Faktor dari dalam diri misalnya karakteristik atau kecenderungan seseorang itu sendiri misalnya, ada orang yang cenderung konsisten dengan sikap dan perilakunya ada juga yang tidak. Lalu factor luar yang mempengaruhinya misalnya tekanan-tekanan sosial, faktor lingkungan dll.
Menurut Worchel&Cooper dalam Faturochman (2006:51) ada kondisi-kondisi dimana sikap dan perilaku bisa konsisten. Kondisi-kondisi itu adalah 1) Spesifikasi sikap dan perilaku, sering terjadi pengukuran sikap terhadap suatu objek atau topik yang spesifik dikenakan untuk memprediksi secara obyek secara luas. 2) Relevansi sikap terhadap perilaku. Kejelasan relevensi antara sikap dan perilaku sangat penting. Jika relevensi antara keduanya itu rendah atau bahkan tidak ada menjadikan penyebab ketidak konsistenan antara sikap dan perilaku 3) Tekanan normative. Sikap yang positif terhadap pengguguran akan terhambat muncul dalam masyarakat karena dianggap menyimpang dari norma. Dilain pihak, pengguguran dapat diprediksikan tidak akan menghambat munculnya perilaku itu. 4) Pengalaman. Orang yang terlibat dalam suatu pengalaman tertentu akan lebih memahami segala persoalan. Dengan begitu, ia akan mengambil sikap yang paling sesuai dengan keadaanya.
Komunitas penggemar K-Pop merupakan suatu bentuk nyata dari sebuah kelompok. Kelompok menurut Sears dkk (1994:107), kelompok adalah agregat sosial di mana anggota-anggotanya saling tergantung dan setidak-tidaknya memiliki potensi untuk melakukan interaksi satu sama lain. Bentuk ketergantungan yang ada dalam sebuah komunitas bisa berupa informasi yang beredar didalamnya. Suatu kelompok juga mempunyai tujuan tertentu sehinggga didalamnya ada perilaku-perilaku dalam kelompok seperti adanya peran sosial, kekompakan,komunikasi dan kepemimpinan.
Dalam suatu kelompok terdapat peranan-peranan yang mempunyai pembagian kerja tersendiri. Menurut Sears dkk (1994:108) seperangkat aturan dan pemahaman tentang tindakan yang diharapkan orang yang menempati suatu posisi, apa tanggung jawabnya dan sebagainya adalah peranan sosial. dalam hal ini suatu individu dalam suatu kelompok harus melakukan penyesuaian diri didalam kelompoknya. Menurut beliau suatu bentuk penyesuain diri perlu dilakukan karena pertama, perilaku itu memberikan informasi yang bermanfaat dan yang kedua, penyesuaian diri dilakukan karena ingin diterima dan menghindari celaan.
Ikatan antar anggota dalam suatu kelompok biasanya sangat kuat dan menetap. Hal itu terjadi karena adanya sebuah kekompakan. Menurut Festinger dalam Sears dkk (1994: 109) kekompakan mengacu pada kekuatan baik positif maupun negative yang menyebabkan para anggota menetap dalam suatu kelompok. Dikemukakan juga faktor-faktor yang mempengaruhi kekompakan, diantaranya 1) daya tarik antarpribadi, 2) tujuan instrumental kelompok itu, 3) interaksi yang selaras dan serasi.
Sikap dan perilaku tercakup dalam pembahasan psikologi sosial dalam ilmu sosiologi. Menurut Faturochman (2006), psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang sosial. Sarwono (2000:3) ada  tiga wilayah studi psikologi sosial; 1) studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individual, 2) studi tentang proses-proses individual bersama seperti bahasa dan sikap sosial, 3) studi tentang interaksi kelompok misalnya: kepemimpinan, komunikasi, hubungan kekuasaan, otoriter, konformitas, kerjasama, persaingan, peran, dsb.
Definisi lain mengenai psikologi sosial diungkapkan oleh  Sears (1994), psikologi sosial adalah ilmu yang berusaha secara sistematis untuk memahami perilaku sosial, mengenai; 1) bagaimana kita mengamati orang lain dan situasi sosial, 2) bagaimana orang lain bereaksi terhadap kita dan 3) bagaimana kita dipengaruhi oleh situasi sosial.
V.                KERANGKA TEORI
            Maraknya musik pop Korea dikalangan anak muda membuat sebuah tren tersendiri dikalangan mereka. Musik pop yang terdiri dari group-group musik dan solo itu tersebar dan menyentuh kalangan remaja secara luas berkat kecanggihan teknologi dan informasi yang ada saat ini. Mereka dapat dengan mudah mengakses dan mengikuti terkait musik korea dan informasi mengenainya. Sehingga budaya baru yang disebarkan melalui K-Pop dapat dengan mudah terserap pada kalangan remaja sehingga timbul berbagai respon.
            Respon yang diberikan pada maraknya K-Pop itu diantaranya dengan adanya fans-fans hingga dibentuknya suatu komunitas para percinta. Dengan adanya respon tersebut dapat menentukan sikap pada remaja. Bisa saja mereka sangat menerima hadirnya mereka diantara pop Indonesia dan ada juga merkeka yang sangat tidak menerima kehadiran K-Pop. Melalui indra penglihatan dan perasaan mereka, mereka melihat bahwa K-Pop telah mewarnai dunia hiburan saat ini dan yakin bahwa K-Pop jika dibandingkan dengan Indonesian pop adalah lebih baik dan kreatif. Oleh karena itu sikap yang mereka punya mengenai K-Pop pada akhirnya akan merujuk pada perbuatan yang mereka lakukan.
            Seseorang yang mengidolakan idolanya akan cenderung bersikap memberikan dukungan positif kepada idolanya dengan berperilaku layaknya fans sejati yaitu misalnya dengan mengkoleksi semua tentang idola, mengikuti perkembangan berita tentangnya, berusaha bertemu dibeberapa kesempatan, menirukan gaya-gaya yang ditampilkannya secara fisik, memiliki segala aksesoris yang dipakai oeh idolanya. Perilaku seperti itulah yang idealnya dimiliki oleh fans.
VI.             PENDEKATAN METODOLOGI
            Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analsis.  Data yang diperoleh seperti analisis dokumen tidak dituangkan dalam angka namun disajikan dalam bentuk uraian naratif. Dokumen bahan penelitian didapat secara langsung melalui wawancara. . Penulis menggunakan teknik studi pustaka. Studi atau kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sitematis, penemuan, dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (Gay, 1976) dikutip di dalam (Sevilla, dkk., 1993).
            Penulis juga menggunakan data sekunder yang didapat dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. Dari data sekunder yang diperoleh, penulis kemudian mempelajari dan melihat kenyataan yang terjadi disekitarnya. Penulis menggunakan penelitian-penelitian sebelumnya sebagai kajian pustaka. Penulis mempelajari penelitian-penelitian sebelumnya kemudian dengan tema yang sama, penulis mencoba menambahkan permasalahan baru dari sudut pandang yang berbeda untuk dikaji.
VII.          DESKRIPSI FAKTUAL
            Adanya sikap positif terhadap apa yang digemari oleh seseorang merupakan suatu hal yang telah melalui proses pemikiran dan pembentukan opini serta keyakinan terhadap apa yang digemarinya. Ini semua dapat dilihat karena orang yang mempunyai sikap tertentu akan kegemarannya dapat memberikan alasan tertentu mengapa menggemarinya. Sehingga jelas bahwa sebelum bersikap, seseorang itu telah berfikir dan membentuk opini dan keyakinan akan obyek sasaran. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Fishbein & Ajzen mengenai unsure-unsur yang membentuk sikap yaitu perasaan, pemikiran atau keyakinan-keyakinan serta kecenderungan terhadap orang lain, kelompok, ide ataupun obyek.
            Ada berbagai perilaku yang ditunjukan oleh para penngemar K-Pop. Perilaku yang ditunjukan ini tak lain timbul bukan hanya karena semata-ata sikap yang dimilikinya melainkan karena faktor lain dari dalam atau niat serta faktor-faktor dari luar. Menurut Fishbein&Azein dalam Faturochman (2006), antara sikap dan perbuatan terdapat satu faktor psikologis lain yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat. Lalu ada juga karena faktor-faktor lain seperti faktor dalam diri sendiri dan juga faktor dari luar yang mempengaruhinya.
            Perilaku yang ditunjukan oleh para anggota suatu komunitas  atau kelompok mendapatkan pengaruh yang sangat besar dari komunitas itu sendiri. Suatu kelompok mempunyai kekuatan untuk mengikat anggotanya untuk tetap menetap. Seperti yang dikatakan Seans dkk (1994:107), kelompok adalah agregat sosial di mana anggota-anggotanya saling tergantung dan setidak-tidaknya memiliki potensi untuk melakukan interaksi satu sama lain. Sehingga interaksi dalam kelompok itulah yang membuat anggota kelompok menjadi saling tergantung dan terpengaruh dengan anggota lainnya dan membentuk suatu pola perilaku tertentu.
VIII.       PENJELASAN DAN TAFSIR
            Ada sepuluh orang penggemar K-Pop yang diwawancarai. Dari kesepuluh orang itu mempunyai kegemaran masing-masing, ada yang suka dengan SNSD, G Dragon,Big Bang, Super Junior, EXO, dan Shinee. Mereka sangat menggemari grup-grup musik itu mulai dari daya tarik fisiknya: grup cewek nya cantik-cantik dan grup yang cowok beranggotakan sosok yang ganteng-ganteng. Selain itu, fashion, aksesoris yang mereka pakai juga bagus-bagus serta make up dan style mereka fresh dan baru. Selain karena daya tarik fisik itu, alasan lain menggemarinya adalah karena penampilan mereka yang sangat total baik dari segi kualitas suara, tariannya, aransemen lagunya, hingga lagu nya itu sendiri.
            Penggemar K-Pop itu mempunyai pandangan tersendiri mengenai apa yang digemarinya. Mereka mempunyai pendapat tersendiri serta keyakinan dan rasa tersendiri akan kesukaannya itu sehingga munculah apa yang disebut sebagai penyebab mengapa suka dengan grup-grup musik itu. Dalam hal ini, ternyata tidak ada hal yang tanpa melalui proses pemikiran terlebih dahulu. Para penggemar itu mempunyai sikap setelah sebelumnya melalui proses pemikiran yang ada diotaknya. Ternyata apa yang dikatakan oleh Fishbein& Ajzen mengenai apa yang disebut dengan sikap serta unsur-unsur pembentuk sikap, bahwa sikap merupakan sesuatu yang telah melalui perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan dan kecenderungan terhaap obyek-obyek. Oleh karena itu benar adanya jika keberadaan K-Pop yang menyebar saat ini sangat mempengaruhi sikap seseorang.
            Sikap-sikap penggemar K-Pop yang positif terhadap apa yang digemarinya ternyata menimbulkan pola perilaku-perilaku. Perilaku yang ditunjukan diantaranya adalah perilaku positif; menirukan fashion dan gaya rambut sang idola, mengkoleksi aksesoris tiruan seperti yang dimiliki idolanya, mengkoleksi foto dan poster, ikut dalam komunitas atau grup-grup dalam sosial media selalu mengikuti berita mengenai idola, membuat grup modern dance  sendiri, download lagu dan video klipnya, menonton drama yang dibintangi idolanya, selalu mendengarkan dan menyanyikan lagu favoritnya, bahkan ada yang selalu berangan-angan untuk menjadi kekasihnya. Selain itu ada juga yang cenderung berperilaku negatif yaitu suka namun menunjukan perbuatan yang biasa saja tidak seperti fans lainnya; tidak mengkoleksi foto-fotonya, tidak membeli aksesorisnya, dan tidak menyanyikannya. Yang mempunyai perbuatan negatif ini ternyata tidak pernah masuk ke dalam komunitas penggemar ataupun grup grup di media sosial. Sehingga keberadaan komunitas ternyata mempengaruhi pembentukan perbuatan seorang penggemar. Seorang penggemar yang sering berinteraksi dengan sesama anggota di komunitas itu cenderung terpengaruh misalnya kepemilikan kaos dengan warna-warna tertentu sesuai identitas masing-masing komunitas, menonton konser secara langsung dengan menunjukan identitas dan euforianya, hingga mengikuti gathering yang rutin dilakukan.
                        Dari deskripsi perbuatan diatas ternyata dapat diketahui bahwa beberapa penggemar memiliki  perbuatan yang tidak sinkron dengan sikapnya. Beberapa diantaranya menunjukan sikap yang positif terhadap grup-grup musik tertentu namun tidak menunjukan perbuatan yang menunjukan sikapnya. Mereka memilih untuk negatif karena mereka mempunyai alasan tersendiri misalnya karena keterbatasan waktu sehingga tidak mempunyai waktu untuk berlama-lama menghabiskan waktu mengikuti perkembangan beritanya, karena keterbatasan materi sehingga tidak bisa selalu menonton konsernya dan memiliki aksesoris serta identitas mereka, dan karena kesadaran faktor usia sehinggamenurut mereka sudah tidak pantas lagi mengikuti euforia kegemaran yang seperti itu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antar sikap dan perilaku itu tidak selalu konsisten. Ketidak konsistenan itu kebanyakan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor dari luar seperti keterbatasan waktu, materi dan usia.
IX.             KESIMPULAN
            Budaya K-Pop yang menyebar dikalangan remaja telah mau tidak mau mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Bagi yang tergolong sebagai penggemar, sikap positif merupakan sikap yang menerima dan menyadari keberadaan budaya K-Pop sehingga terdapat sebuah opini dan keyakinan serta perasaan tertentu akan K-Pop itu sendiri. Setiap sikap yang positif tidak selalu mempunyai perilaku yang positif pula. Ada yang memilih untuk berperilaku negative dalam hal ini adalah tidak sesuai dengan sikapnya. Jenis perilaku yang ditunjukan baik perilaku yag positif maupun yang negatif itu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keterbatasan  waktu, materi dan usia.


DAFTAR PUSTAKA
Faiturachman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka.
Nisbet, Robert. A. 1970. The Social Bond: An Introduction to the Study of Society. New York:      Alfred.A. Knopf.
Nursanti, Meivita Ika.2013. Analisis Deskriptif Penggemar K-Pop Sebagai Audiens Media            dalam Mengonsumsi dan Memaknai Teks Budaya. n.d [online].      http://download.portalgaruda.org/article.php?article=64261&val=4687
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2000. Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta: PT. Raja Grafindo   Persada.
Sears, David.O., Jonathan L. Freedman., & L, Anne Peplar. 1994. Psikologi Sosial. Jakarta:          Erlangga.
Sevilla, Consuelo G., Ochave, Jesus A., Punsaran, Teita G., Regala, Bella P., Uriarte, Gabriel G. (1993) Pengantar Metode Penelitian, Jakarta, UI Presss.
Wahyuestri, Erin. 2014. Pola Interaksi Simbolik Pecinta K-Pop.n.d. [online].             http://ejournal.unesa.ac.id/article/9398/39/article.pdf






.