Aku terjaga bersama alam
Tak kupejamkan mata demi malam
Aku takut dunia ini hilang
Selalu kupastikan timur itu benderang
Bertumpuk kertas berserakan
Selesai kubaca, lelah kulipat kedua tangan
Berat mata ini, harus kupejamkan
Aku telah membaca ribuan halaman
Dimanakah ayat-ayat Tuhan?
Sabtu, 30 April 2016
Ribuan Halaman Tanpa Ayat Tuhan
Jumat, 29 April 2016
PhD Linguistics by Research Only at Lancaster University
PhD Research Areas
1. Academic
Usually an MA, with a good mark
2. English Language Level (for aplicants whose native language is not English)
- Discourse Studies
- Studies of Gender and Sexualities
- National Identities
- Media Interaction
- Metaphor
- Language and Politics
- Language and migration
- Academic discourse
- Sociolinguistics (Language variation, language contact, multilingualism)
- Literacy in everyday life, including online
- Corpus-based and contruction grammar, phonology
- Language testing and diagnosis
- Task-based language learning
- Second language acquisition
- Learner language
- Intercultural communication
- Corpora
- New technologies
- Database
- Etnography
- Experiments
- Sociolinguistics Survei
1. Academic
Usually an MA, with a good mark
2. English Language Level (for aplicants whose native language is not English)
- IELTS with score at 6.5 overall with at least 6.5 in the reading and witing elements and 6.0 in the listening and speaking elements
PROFESI dalam bahasa Korea
무슨 일을 하세요?[Musun ireul haseyo?]
What do you do? / Apa pekerjaan anda?
저는 학생 입니가 [joneun haksaeng imnida]
I am student/
saya seorang murid
하교에서 공부헤요 [hagyoeso gongbuheyo]
I study at school/ saya belajar disekolah
저는 산생님 입니다 [joneun sansaengnim imnida]
I am teacher/ saya seorang guru
하교에서 일하세요 [hagyoeso irhaseyo]
I works at school/ saya bekerja disekolah
아버지는무슨 일을 하세요 [Abojineun musun ireul haseyo?]
What does father do? / Apa pekerjaan ayah?
우리 아버지는 회사에 다니세요. [Uri
abojineun hoesae daniseyo]
My father works at the company/ Ayah saya
bekerja di perusahaan.
병원에 서 일하세요 [byeongwoneso irhaseyo]
He works at the hospital/ Dia bekerja di
rumahsakit.
우리 아버지는 교회에서 일하세요 [ Uri
abojineun gyohoeeso irhaseyo]
Our father (my father) works at the church/
Ayah saya bekerja di gereja.
어머니는 무슨 일을 하세요?
[Omonineun musun ireul haseyo?]
What does mother do?/ Apa pekerjaan ibu?
우리 어머니는 병원에 서 일해요 [Uri omonineun byeongwoneso irheyo]
Our mother (my mother) works at hospital/
ibu saya bekerja di rumahsakit.
Vocabulary
List (daftar kosa kata):
의 사 [ uisa] : doctor/ dokter
간호사 [ganhosa]
: nurse /perawat
산생님 [sansaengnim] :
teacher/ guru
학생 [hagsaeng] : student/ murid
배우 [paeu] : actor/ actor
군인 [gunin] :
soldier/tentara
변호사
[byeonhosa] : lawyer/
pengacara
경찰 [gyeongchal] :police/polisi
소방관
[sobanggwan] : fireman/
pemadam kebakaran
이발사 [ibalsa] : barber/
tukang cukur
하교 [hagyo] :
school/sekolah
회사 [hoesa] : company/perusahaan
병원
[byeongwon] :
hospital/rumahsakit
교회 [gyohoe] :church/gereja
Aku Selalu Beruntung
Ali r.a mengatakan, "Sabar dan Iman itu bagaikan kepala dan tubuh". Karena itu, bergembiralah dengan kabar akan tersedianya pahala akhirat untuk kalian di surga Firdaus yang berada di sisi Allah Yang Maha Esa. Semua itu adalah balasan dari apa yang telah engkau perbua, engkau upayakan dan engkau korbankan. Selamat untukmu atas keimanan, kesabaran dan ketakwaanmu. Sesungguhnya engkau akan tahu bahwa dirimu selalu beruntung sebagaimana ditegaskan Allah : "Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar"
Katakan "Aku selalu beruntung" dalam kondisi apapun.
-Keinginan tercapai, Impian tercapai, apa apa ada, iya aku bersyukur karenanya. Aku beruntung. Kebaikan bagi setiap orang yang bersyukur.
-Keinginan tak tercapai, impian jauh dari harapan, iya aku akan bersabar. Aku beruntung. Nilai kebaikan ada bagi orang-orang yang bersabar.
-Ditinggal orang terkasih, patah hati, kecewa, iya aku bersabar. Aku beruntung. Nilai kebaikan ada bagi orang yang bersabar. Akan digantikan yang lebih baik.
-Dalam keadaan terbatas, baik makan dan minum, papan, sandang, iya aku bersabar, aku bersyukur, aku beruntung. Semua adalah kebaikan.
Atau
Berlimpah, lupa bersyukur,
Kehilangan, sedih, kalut, kekurangan. Tidak bersabar dan berburuk sangka pada yang Maha Memiliki.
Kebaikan atau kesesatan adalah pilihan.
Semoga selalu di lindungiNya.
Source:
Aidh Abdullah
Menggulung asa
Aku urungkan setiap kali aku mengingatmu, lebih dari rindu
Aku gulung asaku setiap hari
Aku sembunyikan dari angin yang memporak porandakan
Berharap, perasaan ini berganti
Atau cinta ini tak berdenyut lagi
Nafas berhenti
Lalu mati
Mungkin sadis, tapi
Cinta ini tak pantas terjadi
Mungkin perih, tapi
Cinta ini tak seharusnya kuberi
Kata kata ini hanyalah angin, aku tahu kamu tak menerima
Kepadamu, aku malu.
Kamis, 28 April 2016
Bahagia dengan Jujur
'Telah kukatakan kepada hatiku
Jika kesedihan menerpamu, berbahagialah engkau!
Pasti akan segera sirna'
Seseorang memang tidak mungkin menyandarkan kebahagiaannya kepada selain dirinya sendiri. Namun ia bisa mengikuti petunjuk jalan menuju keutamaan untuk mencapainya:
1. Jalan yang menuntun manusia untuk menjadi seseorang yang jujur, pemberani, mencintai pekerjaanya dan menyayangi sesama.
3. Jalan yang mengajarkan untuk selalu bekerja sama dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri dan lebih mengedepankan hati nurani yang suci dalam setiap geraknya.
Kebahagiaan bukan khayalan tapi kenyataan.
Kebahagiaan bisa dinikmati dari perjalanan hidup kita sendiri. Dari hal hal kecil dan spele, dari petualangan kecing sepanjang jalan menuju kantor misalnya, dari pertemuan dengan penjual-penjual makanan dijalan, hhmm, juga dari angin sepoi-sepoi.
Berbahagialah tanpa pengingkaran, kedurhakaan dan menyulitkan diri sendiri dalam kesusahan.
Pelajaran dari -Aidh Abdullah-
Jika kesedihan menerpamu, berbahagialah engkau!
Pasti akan segera sirna'
Seseorang memang tidak mungkin menyandarkan kebahagiaannya kepada selain dirinya sendiri. Namun ia bisa mengikuti petunjuk jalan menuju keutamaan untuk mencapainya:
1. Jalan yang menuntun manusia untuk menjadi seseorang yang jujur, pemberani, mencintai pekerjaanya dan menyayangi sesama.
3. Jalan yang mengajarkan untuk selalu bekerja sama dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri dan lebih mengedepankan hati nurani yang suci dalam setiap geraknya.
Kebahagiaan bukan khayalan tapi kenyataan.
Kebahagiaan bisa dinikmati dari perjalanan hidup kita sendiri. Dari hal hal kecil dan spele, dari petualangan kecing sepanjang jalan menuju kantor misalnya, dari pertemuan dengan penjual-penjual makanan dijalan, hhmm, juga dari angin sepoi-sepoi.
Berbahagialah tanpa pengingkaran, kedurhakaan dan menyulitkan diri sendiri dalam kesusahan.
Pelajaran dari -Aidh Abdullah-
Rabu, 27 April 2016
STRUKTUR TOEFL IBT
TOEFL IBT berbeda dengan TOEFL PBT, TOEFL CBT dan TOEFL ITP. TOEFL IBT mencakup empat skill yang berintegrasi. Empat skill itu adalah reading, listening, speaking dan writing.
Test TOEFL IBT membutuhkan waktu kira-kira 4 jam dengan total skor 120.
Test TOEFL IBT membutuhkan waktu kira-kira 4 jam dengan total skor 120.
TOEFL Dari Masa ke Masa
TOEFL telah mengalami perubahan-perubahan dari masa ke masa.
-TOEFL Paper Based Test (PBT) tahun 1964-1998
-TOEFL Computer Based Test (CBT) tahun 1998-2005
-TOEFL Internet Based Test (IBT) tahun 2005-Sekarang
Bermurah Hatilah
"Sesungguhnya Tuhan telah mencukupkan untukmu semua yang terjadi kemarin,
Dan Dia akan mencukupkan pula untukmu apa saja yang akan terjadi besok hari" -aidh abdullah-
Jadi yang sudah ya sudah, ga perlu diungkit.Tak perlu ada dendam.
Yang belum terjadi, ga usah terlalu digelisahkan.
Lakukan saja yang terbaik hari ini, versi masing2.
HOW BILINGUAL CHILDREN ACQUIRE LANGUAGES?
By: Dwi Puji Lestari
Children
can learn new language very easily. Even though we do not take them to the
formal education to learn languages in their early childhood, we will be very surprised
finding them communicate two languages or more with people around them. This
essay agree with Birner (n.d.) statement in her Journal that said, “there is no
evidence to suggest that it’s any harder for a child to acquire two languages
than it is for the child to acquire one language.” It is happened because
children have ability in learning language simultaneously or sequentially. So, by
those two ways children can absorb and learn different languages.
Simultaneous
learning for children is very possible happened at bilingual home because
children can learn two languages at once. Bilingual home acquires parents speak
in different languages every day. Steinberg (2006) said that there are two
basic situations in which children may learn: (1) One Person-One Language, (2)
One Person-Two Languages. In this case parents has important rule in giving
language exposure naturally. In the first situation mother speaks one language
while father speaks another language. They will give two different exposures of
language. So this situation will force children to learn both languages in the
same time for children communicate with father and mother.
The
second situation is One Person-Two Languages. It means one person speak two
different languages. For example, the mother uses both Javanese and Indonesia
languages, and father does the same. Two languages are mixed by each parent. By
this situation the children also has good exposure of language at home.
Although the situation is a bit different with the One-Person-One Language,
this way never makes difficulties for children. Stainberg (2013) said that children
can be fluent in both languages by the age of 3 or 4 years. Thus, simultaneous learning
both One Person-One Languae and One Person-Two Languages are normal situation
of children in acquiring languages.
Besides
simultaneous learning, bilingual children also acquire languages by sequential
learning. Steinberg et al (2013) said, “the sequential kind of bilingual
situation can occur for children when children learn second language at school.
This is common happened for Javanese children in village. They learn and speak
Javanese with their parents at home while they also study second language,
Indonesia Language, at elementary school. This is what makes different between
simultaneous learning and sequential learning. The starting time in acquiring
both language is different. Children learn second language after they have
learnt first language. Thus, not all bilingual children learn two languages at
once but they also learn languages one by one.
Overall,
this essay concludes that bilingual children acquire languages very easily with
two different ways; simultaneous and sequential learning. Simultaneous learning
makes children learn two languages in the same time. Children acquire both
language at once with certain circumstances that create good exposure of
language such as One Person-One Language and One Person – Two Languages.
Besides, children also acquire two languages sequentially with different
starting time. They acquire first language well before they learn second
language.
Refferences
Birner, Betty.
(n.d) ‘Bilingualism’ Linguistic Society
of America, [online]. Available at www.linguisticsociety.org/resource/faq-what-bilingualism (Accessed 15th
December
2014).
Steinberg, Danny
D. and Natalia V. Sciarini. (2006) ‘An Introduction to Psycholinguistics’, New York: Routledge.
Steinberg, Danny
D., Hiroshi Nagata. and David P Aline. (2013) ‘Psycholinguistics: Language, Mind, and World’, New York: Routledge.
KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF TERHADAP SEMBILAN BAHASA DI FLORES
KAJIAN
LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF TERHADAP SEMBILAN BAHASA DI FLORES
PENGANTAR
Kajian
terhadap Sembilan bahasa di Flores dilakukan dengan metode komparatif, yaitu
untuk mengumpulkan bukti-bukti bahwa dalam bahasa-bahasa itu terdapat hubungan
kekerabatan. Menurut Antila, 1972:20 tugas utama linguistik historis komparatif
mempunyai kewenangan dalam mengkaji relasi historis kekerabatan diantara
sekelompok bahasa tertentu. Hal itu dikarenakan karena Linguistik Historis
Komparatif merupaan cabang ilmu linguistic yang mempunyai tugas utama
menetapkan fakta dan tingkat kekerabatan antarbahasa, yang berkaitan erat
dengan pengelompokan bahasa-bahasa kerabat.
Kebanyakan
penelitian-penelitian mengenai bahasa Austronesia telah banyak dilakukan pada
bahasa-bahasa Indonesia Barat dan telah berhasil merekonstruksi sejumlah
protobahasa pada tingkat yang lebih rendah. Penelitian terhadap bahasa-bahasa
Indonesia timur sendiri masih tergolong langka. Oleh karena itu penelitian
terhadap sembilan bahasa di Flores ini dapat dijadikan sumbangan yang sangat
berguna dalam kajian mengenai bahasa Austronesia.
Sebelumnya
ada beberapa linguist yang mengkaji bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur dan
Barat. Eser (1938) telah secara tegas
membagi bahasa-bahasa sekerabat di Flores menjadi dua kelompok sebagai berikut:
1. Kelompo Bima-Sumba (BS)
a. Manggarai (Mg)
b. Rembong (Rb)
c. Komodo (Km)
d. Ngadha (Ng)
e. Palu’e (Pl)
f. Lio (li)
2. Kelompok Ambon-Timor (AT)
a. Sika (Sk)
b. Lamaholot (Lh)
c.
Kedang
(Kd)
Pengelompokan
bahasa-bahasa diatas juga diilhami oleh linguist bernama Jonker, komparativis
Belanda yang merintis studi komparatif bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur.
Ada juga ahli linguistik lain yang juga mengelompokan bahasa-bahasa Flores,
Brandes. Meskipun pengelompokan bahasa Flores menurut Brandes mendapat
sanggahan dari Jonker, pandangan Brandes yang berhubungan dengan bahasa-bahasa
sekerabat di Flores masih dianut Jonker. Pandangan itulah apa yang disebut
dengan Garis Brandes. Garis Brandes mengingatkan tentang garis pemisah
pada peta yang membagi bahasa-bahasa nusantara atas kelompok Nusantara Timur
dan Nusantara Barat. Lintasan yangmelewati Flores dan kepulauan Solor telah
memisahkan bahasa-bahasa Flores Barat (Mg, Rb, Km, Ng, Li, dan Pl) dan bahasa
Flores Timur (Sk, Lh, Kd). Sehingga
menurut Brandes apa yang disebut bahasa Flores Barat termasuk kedalam Nusantara
Barat dan bahasa Flores Timur masuk kedalam Busantara Timur.
Jika
dilihat pada tingkat criteria sintaksis, pengelompokan bahasa Flores menurut
Brandes mendapatkan sanggahan dari Jonker. Jonker berpegang pada dalil bahwa
bila cirri-ciri linguistic tertentu telah dikenakan sebagai criteria
pengelompokan bagi bahasa-bahasa pada satu wilaya, tidak dapat sekaligus pula
berlaku bagi pengelompokan bahasa yang independen di wilayah ini. Misalnya
telah diperlihatkan Jonker bahwa evidensi pada bahasa Banggai Sulawesi Tengah
menurut Brandes termasuk pada Nusantara Barat menunjukan pola urutan konstruksi
genetif yang sama dengan bahasa Nusantara Timur Lainnya. Padahal menurut
Brandes, konstruktif genetif terbalik diajukan sebagai pembeda antara kelompok
Nusantara Timur. Bentuk konstruktif generative pada kelompok Nusantara Barat
yaitu urutan ‘unsur pusat’ mendahului ‘unsur atributnya’, sedangkan bahasa
Nusantara Timur adalah sebaliknya bahwa ‘unsur atribut’ mendahului ‘unsur
pusat’.
Karena
perbedaan pendapat itu munculah beberapa asumsi sebagai berikut:
a. Pembagian bahasa-bahasa di Flores atau
kelompok t dan BS seperti dalam peta Esser (1938) sesuai pendapat Jonker belum
dilandasi oleh hasil penelitian yang mendalam.
b. Hubungan antarbahasa sekerabat di Flores
perlu dikaji dengan lebih mendalam untuk menelusuri sejarah bahasa-bahasa
tersebut secara saksama.
c. Pandangan Brandes-Jonker yang dicetuskan
dalam kurun waktu hamper seabad lampau perlu dikaji kembali dan disesuaikan
dengan kemajuan yang dicapai pada berbagai bidang yang berkaitn dengan studi
Austronesia.
Berdasarkan
gambaran diatas, pokok-pokok menarik dalam kajian ini dirumuskan sebagai
berikut:
a. Bahasa-bahasa sekerabat Flores hingga
kini belum diteliti sejarahnya secara lebih mendalam
b. Penetapan fakta dan tingkat kekerabatan
perlu diamati secara sistematis dan mendalam untuk mencari pemecahan yang lebih
memuaskan dalam pengelompokan bahasa ini.
c. Jawaban yang memuaskan akan menjadi
sumbangan yang bermanfaat dalam upaya menata sejarah bahasa-bahasa Indonesia
Timur pada umumnya.
d. Perlu ditempuh usaha merekontruksi
protobahasa Flores yang merupakan bahasa asal bagi keenam bahasa Flores yang
diteliti.
e. Dalam merekonstruksi FPL, pendekatan
kualittif yang digunakan dalam telaah komparatif ini bermanfaat untuk
temuan-temuan linguistic sebagai evidensi dalam penetapan fakta.
f. Penelitian bahasa yang menjangkau bahasa-bahasa
lain diluar Flores secara kuantitatif diperukan dalam penyusunan hipotesis
dasar dari penelitian ini.
Ada
dua tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
a. Pengelompokan Bahasa
Dalam rangka menetapkan fakta dan
tingkat kekerabatan antarbahasa Flores yang diteliti, melalui penelitian ini
akan dirinci lebih lanjut anggota subkelompok dari kelompok bahasa sekerabat
itu. Penelitian ini mempunyai tujuan tersiratyaitu agar penelitian ini dapat
menyumbangkan informasi yang diperlukan untuk melengkapi pengetahuan yang lebih
baik mengenai hubungan kekerabatan bahasa-bahasa di Indonesia Timur
b. Rekonstruksi bahasa Asal
Bahasa yang diteliti akan direkonstruksi
untuk menetapkan bahasa asal serta mesobahaa (protobahasa pada tingkat yang
paling rendah pada bahasa yang lebih awal). Rekonstruksi bahasa dilakukan
secara sistematis dan sesuai prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga
bisa diamati hubungannya dengan hasil rekonstruksi bahasa asal yang paling
tinggi, yaitu protobahasa Austronesia (PAN). Rekonstruksi bahasa asal dalam
penelitian ini menelaah tataran fonologi dan leksikon. Telaah komparatif
dibidang fonologi dimaksudkan untuk menetapkan fonem-fonem bahasa asal yang
refleksnya tampak pada bahasa Flores yang diteliti. Rekonstruksi leksikon bahasa
asal merupakan langkah lanjutan dari rekonstruksi fonologinya untuk menetapkan
etymon protobahaa dari bahasa yang dibandingkan berdasarkan perangkat kognat
yang ada. Penelitian dibidang linguistic komparatif cukup sampai pada tataran
fonologi dan leksikon saja karena kaidah-kaidah korespondensi fonem sudah
disusun tanpa mengacu pada tataran yang hierarki lebih tinggi seperti
morfologi, sintaksis dan semantic.
Menurut Dyen dalam pendekatan
kuantitatif yang dilakukannya terhadap bahasa-bahasa subkelompok Bali serta
sekelompok bahasa NTB dan NTT, mengisyaratkan adanya kekerabatan yang lebih
erat. Beliau juga mengatakan bahwa terdapat kekerabatan yang lebih erat
antarbahasa di Flores dalam subkelompok Sika (Ende (Li), Sk dan Lh). Peneliti
lain, Capell (1969:41) meragukan keaustronesiaan bahasa-bahasa Flores. Dalam
peta diagramatiknya, wilayah bahasa Austronesia di Indonesia memasukan
bahasa-bahasa FB ke dalam wilayah bahasa tipe Oseanik dan bahasa FT kedalam wilayah
Indonesia Timur.
Selain Dyen dan Capell, Blust dalam
sejumlah artikelnya mengajukan sebuah hipotesis yang mengemukakan bahwa
bahasa-bahasa di NTT dan sejumlah bahasa Maluku merupakan anggot subkelompok
Melayu-Polinesia Tengah atau CentralMalayo-Polynesian (CMP). Menurutnya,
bahasa-bahasa di Flores mempunyai hubungan kekerabatan yang termauk dalam
subkelompok CMP.
Hubungan antarbahasa dapat di buktikan
berdasarkan unsure-unsur warisan dari protobahasa. Seperti yang telah
disampaikan oleh Bynon, protobahasa meruakan suatu gagasan teoritis yang
dirancangkan untuk menghubungkan system-sistem bahasa sekerabat dengan
memanfaatkan sejumlah kaidah. Misalnya
menggunakan kaidah perubahan bunyi.
Dengan menggunakan perangkat kognat
suatu bahasa dapat ditelusuri hubungan kekerabatannya dengan menelaah
perubahan-perubahan bunyi yang yang selanjutnya dapat diformulasikan
kaidah-kaidah perubahan bunyi yang teratur atau korespondensi fonem antarbahasa
sekerabat. Menurut Dyen (1978:34) pemilihan kata-kata bahasa sekarang merupakan
kelanjutan dari bahasa asalnya. Olehkarena itu korespondensi fonem yang
diformulasikan dari perangkat kognat dapat menjelaskan hubungan kekerabatan
suatu bahasa.
Pembuktian keterkaitan bahasa satu
dengan bahasa lain perlu dilakukan pengelompokan bahasa berdasarkan kualitatif
berupa inovasi bersama secara eksklusif. Inovai yaitu prubahan yang
memperlihatkanpenyimpangan dari kaidah perubahan yang lazim. Bukti-bukti yang
ditemukan melalui pendekatan kualitatif dapat ditelusuri secara lebih tuntas
melalui prosedur rekonstruksi bahasa asal. Semkin banyak bukti kualitatif,
semakin meyakinkan pula hasil pengelompokan yang mencerminkan relasi historis
kekerabatan bahasa.
Pendekatan lainnya yang mungkin
dilakukan adalah pendekatan kuantitatif, yaitu dengan menggunakan daftar kata
swadesh untuk menelusuri padanan perangkat kognat bahasa-bahasa yang diteliti.
Bilamana terdapat bukti-bukti kuantitatif yang sejalan dengan bukti-bukti
kualitatif maka hasil yang dicapai oleh pendekatan kuantitatif merupakan
hipotesis yang sah bagi pendekatan kualitatif.
Dalam kajian ini dapat dirumuskan
hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti sebagai berikut:
1. Bahasa-bahasa Flores mempunyai hubungan
kekerabatan yang erat karena diduga berasal dari induk bahasa yang sama.
2. Bahasa-bahasa subkelompok PB salah satu
simpai bipartite dari kelompok FL, mempunyai hubungan erat antarsesamanya jika
dibandingkan dengan FT yang diduga merupakan simpai bipartite yang lain.
3. Bahasa-bahasa anggota kelompok FB diduga
diturunkan dari bahasa asalnya yaitu, yaitu PFB; dan bahasa-bahasa anggota
subkelompok FT diturunkan dsri bahaa asalnya, yaitu PFT.
Penelitian bahasa flores ini dilakukan
beberapa tahap pelaksanaan penelitian yaitu:
1.
Pengumpulan
data
Melalui
studi pustaka dan penelitian lapangan data dikumpulkan dan dianalisis sementara
2. Pemungutan Data
Data
berupa perangkat kognat dipungut dan dipisahkanatas unsur asli
3. Pengelompokan Bahasa
Melalui
bukti-bukti kuantitatif dan kualitatif pengelompokan bahasa ditetapkan.
4. Penetapan Tahap Rekonstruksi
Setelah
diperoleh gambaran garis silsilah kekerabatan bahasa menurut pengamatan
kuantitatif, dapat ditetapkan tahap rekonstruksi yang akan ditempuh.
5. Rekonstruksi Fonologi
Penetpn
protofonem melalui rekonstruksi fonologi dengan menggunakan perangkat kognat.
6. Rekonstruksi Leksikal
Berdasarkan
perangkat kognat-kognat asli ditetapkan etymon (protokata) dengan
mempertimbangkankaidah perubahan fonem yang berlaku bagi bahasa-bahasa
sekerabat anggota subkelompok.
7. Pengamatan Hubungan Antarprotobahasa
pada Dua Peringkat yang Berbeda
Berdasarkan
hasil formulasi kaidah korespondensi protofonem dapat ditetapkan evidensi
pengelompokan berupa inovasi bersama dibidang fomologi bagi kelompok bahasa
pada peringkat yang lebih rendah secara eksklusif.
SIKAP DAN PERILAKU PENCINTA K-POP
SIKAP DAN PERILAKU PENCINTA K-POP
Oleh: Dwi Puji Lestari
I.
PENDAHULUAN
Era globalisasi memberikan banyak pengaruh pada masyarakat. Konsep
globalisasi menjadikan teknologi dan informasi sebagai sarana untuk mengetahui
dunia luar yang sangat luas. Informasi yang cepat tanpa batas dapat diakses
melalui teknologi yang mudah diakses pada masa ini. Dengan adanya
kemudahan-kemudahan dalam mengakses segala informasi itu, mau tidak mau
masyarakat dunia akan lebih terbuka di berbagai aspek seperti ilmu pengetahuan,
politik, budaya, ilmu pengetahuan,
ekonomi, dan sosial.
Pengaruh dari negara-negara lain masuk ke Indonesia mulai dari
kemajuan teknologi, komunikasi, perekonomian, serta budaya. Contoh yang sangat
dekat dengan anak muda adalah mengenai perubahan gaya hidup yang cenderung
meniru budaya dari negara lain. Budaya negara lain yang saat ini yang merambah
dunia anak muda adalah budaya Korea. Karena kemajuan teknologi dan informasi,
budaya korea itu masuk dan mempengaruhi anak muda dengan sangat cepat. Apalagi
dengan adanya drama korea yang popular dan grup-grup musik yang tak kalah
popular dikalangan remaja yang dapat dengan mudah diakses melalui gadget dan
media lainnya. Maraknya budaya korea dikalangan anak muda ini disebut dengan
istilah Hallyu, dan K-Pop merupakan salah satu genre musik korea yang
sangat digandrungi anak muda.
Adanya Hallyu ini memunculkan para pecinta budaya Korea dan
membentuk komunitas atau kelompok yang disebut Korea Lovers. Komunitas
atau kelompok itu tidak hanya di satu
negara saja namun ada di setiap negara. Mereka bergabung dan saling
berinteraksi melalui media sosial seperti facebook, twitter, website dan media
lainnya bahkan ada yang bertemu langsung dalam suatu acara. Anggota yang
terdaftar dalam komunitas itu akan saling terhubung satu sama lain, bahkan
saling berinteraksi secara lansung melalui acara-acara yang diadakannya
pada saat gathering. Dalam komunitas itu terdapat fandom yang
mempunyai nama yang unik dan cerita dibaliknya. Setiap grup musik yang
digandrungi mempunyai fans sendiri dengan nama komuniats dan identitas
yang unik. Seperti misalnya fandom TVXQ (Cassiopeia), fandom Super
Junior (ELF), fandom SNSD (SONE), fandom Shinee (Shawol) dan fandom
BigBang (V.I.P). Selain nama terdapat juga symbol-simbol dan warna yang
menjadi ciri khas masing-masing fandom itu.
Dalam
komunitas-komunitas penggemar itu terdapat sekelompok manusia yang saling
berinteraksi satu sama lain. Interaksi terjadi tidak hanya antar satu atau dua
orang saja melainkan melibatkan banyak orang. Dalam kelompok penggemar itu
terdapat nilai kebersamaan yang ditunjukan dengan adanya identitas dan symbol
yang menandakan suatu bentuk kesatuan. Dalam mencapai tujuan kelompok itu pasti
ada interaksi diantara anggota-anggota nya sehingga akan menunjukan sikap-sikap
dan perbuatan-perbuatan tertentu. Untuk itu adanya kelompok-kelompok pasti akan
menimbulkan bentuk sikap dan perbuatan orang-orang yang terlibat dalam kelompok
itu.
II.
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian mengenai penggemar K-Pop telah dilakukan sebelumnya oleh
Erin Wahyuastri dan Ali Imron dari Universitas Negeri Surabaya mengenai
pola-pola interaksi simbolik pada pecinta K-POP di komunitas Korean Lovers di
Surabaya (KLOSS). Dalam kajian itu dibahas mengenai interaksi simbolik yang
terjadi antar penggemar K-POP baik antar sesama newbie atau antar sesame
pro dan antara Pro dengan newbie
dengan menggunakan pendekatan interaksi simbolik. Teori interaksionisme
simbolik yang digunakan yaitu verbal dan non verbal sehingga ditemukan
pola-pola interaksi: jika K-Popers pro bertemu dengan sesam K-Popers pro dalam
satu fandom maka symbol atau gesture yang ditunujukan adalah biasa saja,
jika K-Popers newbie bertemu dengan K-Popers pro maka K-Popers newbie
cenderung untuk lebih mendekati dan mengenal lebih jauh untuk mendapatkan
berita atau gossip terbaru tentang K-Pop atau idolanya. Berbeda jika K-Popers
pro bertemu dengan K-Popers newbie yang cenderung cuwek dan tidak
merespon karena newbie dianggap tidak serius. Disinilah menurut
penelitian itu bahwa terjadi ketidak seimbangan pada pola interaksi antar newbie
dengan pro ataupun sebaliknya.
Penelitian lain mengenai K-Pop dilakukan oleh Meivita Ika Nursanti
dari Universitas Diponegoro Semarang mengenai penciptaan makna dan
produktivitas atas perilaku konsumtif yang dilakukan penggemar. Hasil
penelitian menunjukan bahwa perilaku konsumsi informan sebagai penggemar K-Pop
didasari oleh motif kepuasan untuk memenuhi kebutuhan afeksi dan emosi.
Pemaknaan yang dilakukan oleh penggemar tidak hanya dilakukan secara individu
melainkan juga secara kolektif yaitu dengan membuat teks budaya seperti fan
fiction dan fan art. Jadi menurut penelitian itu,motif dibalik
konsumsi dan produksi teks itu adalah selain sebagai bentuk respon atas bentuk
teks yang ada di media massa juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan afeksi dan
emosi sebagai penggemar.
Jika penelitian pertama mengkaji tentang interaksi simbolis pada
penggemar K-Pop dan peneliti kedua mengkaji tentang penciptaan makna dan produktivitas
penggemar K-Pop maka dalam esai ini akan mengkaji K-Pop dari sudut pandang psikologi sosial yang terdapat pada para
penggemar K-Pop sehingga dapat mengetahui bentuk-bentuk sikap dan perilaku yang
dilakukan oleh para penggemar K-Pop.
III.
PROBLEMATIK
Karena era globalisasi masyarakat menjadi sangat terbuka akan
berbagai informasi dari luar negeri. Termasuk K-Pop adalah salah satu dari
sekian banyak pengaruh yang masuk di kehidupan anak muda saat ini. Adanya
industri music K-Pop tidak hanya mengenalkan musik kepada audiens tetapi juga
mengenalkan budaya melalui gaya rambut, fashion, make up dan tarian. Adanya
K-Pop juga menyebabkan menjamurnya fans hingga membentuk suatu
kelompok-kelompok fans tertentu. Untuk itu ada beberapa permasalahan
yang akan dikaji dalam kajian ini diantaranya:
1.
Apakah
adanya K-Pop dengan kelompok-kelompok
penggemarya itu mempengaruhi sikap penggemarnya?
2.
Apakah
bentuk sikap dan perbuatan itu?
3.
Apakah
sikap para penggemar K-Pop konsisten dengan perilakunya?
IV.
LANDASAN TEORI
Sebelum bersikap,
seseorang menggunakan perasaan dan pikirannya dalam melihat kenyataan
dilingkungan sekitar. Menurut Fishbein& Ajzen dalam Faturachman (2006:43)
sikap adalah organisasi yang relative menetap dari perasaan-perasaan,
keyakinan-keyakinan dan kecenderungan perilaku terhadap orang lain, kelompok,
ide-ide atau obyek-obyek tertentu. Seseorang yang berada dalam suatu situasi
tertentu ataupun kelompok tertentu akan mempunyai rasa dan keyakinan dalam
berperilaku terhadap orang lain atau kelompok. Dapat dismpulkan bahwa, ada tiga
hal yang terkandung dalam sikap yaitu perasaan, keyakinan dan perilaku.
Perasaan yang
dimilki seseorang akan suatu obyek bisa positif dan bisa juga negative.
Sedangkan perasaan itu sendiri bisa diungkapkan secara verbal dan non verbal.
Pengungkapan perasaan secara verbal misalnya berupa perkataan yang berupa
pujian, kekaguman, dan penghargaan. Perasaan yang diungkapkan dengan
gesture-gesture dan ekspresi tertentu misalnya senyuman, mata yang melebar,
rona muka yang cerah merupakan bentuk perasaan yang non-verbal. Keyakinan akan
suatu hal bisa berupa sebuah opini mengenai suatu kenyataan. Sehingga bisa
dikatakan bahwa respon kognitif merupakan ekspresi dari keyakinan
(Ajzen&Fisbein: 1975).
Selain ada
sikap dalam merespon suatu fenomena, ada juga yang disebut dengan perilaku.
Setelah seseorang mempunyai sikap tertentu akan suatu hal, bisa jadi akan
muncul perilaku-perilaku atas sikapnya itu. Perilaku yang ditimbulkan bisa
sejalan dengan sikap bisa juga berlawanan dengan sikapnya. Menurut Fishbein&Azein
dalam Faturochman (2006:50), antara sikap dan perbuatan terdapat satu faktor
psikologis lain yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat. Tanpa ada
niat suatu perbuatan tidak akan muncul meskipun ada sikap yang sangat kuat.
Misalnya saja seseorang sangat setuju dan bersikap positif tentang kebersihan
lingkungan, namun orang itu belum tentu mau berpartisipasi dalam menjaga
kebersihan seperti buang sampah pada tempatnya.
Menurut
Faturachman ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan antara sikap dan
niat itu bisa serasal dari diri sendiri atau pun dari luar. Faktor dari dalam
diri misalnya karakteristik atau kecenderungan seseorang itu sendiri misalnya,
ada orang yang cenderung konsisten dengan sikap dan perilakunya ada juga yang tidak.
Lalu factor luar yang mempengaruhinya misalnya tekanan-tekanan sosial, faktor
lingkungan dll.
Menurut
Worchel&Cooper dalam Faturochman (2006:51) ada kondisi-kondisi dimana sikap
dan perilaku bisa konsisten. Kondisi-kondisi itu adalah 1) Spesifikasi sikap
dan perilaku, sering terjadi pengukuran sikap terhadap suatu objek atau topik
yang spesifik dikenakan untuk memprediksi secara obyek secara luas. 2) Relevansi
sikap terhadap perilaku. Kejelasan relevensi antara sikap dan perilaku sangat
penting. Jika relevensi antara keduanya itu rendah atau bahkan tidak ada
menjadikan penyebab ketidak konsistenan antara sikap dan perilaku 3) Tekanan
normative. Sikap yang positif terhadap pengguguran akan terhambat muncul dalam
masyarakat karena dianggap menyimpang dari norma. Dilain pihak, pengguguran
dapat diprediksikan tidak akan menghambat munculnya perilaku itu. 4)
Pengalaman. Orang yang terlibat dalam suatu pengalaman tertentu akan lebih
memahami segala persoalan. Dengan begitu, ia akan mengambil sikap yang paling sesuai
dengan keadaanya.
Komunitas
penggemar K-Pop merupakan suatu bentuk nyata dari sebuah kelompok. Kelompok
menurut Sears dkk (1994:107), kelompok adalah agregat sosial di mana
anggota-anggotanya saling tergantung dan setidak-tidaknya memiliki potensi untuk
melakukan interaksi satu sama lain. Bentuk ketergantungan yang ada dalam sebuah
komunitas bisa berupa informasi yang beredar didalamnya. Suatu kelompok juga
mempunyai tujuan tertentu sehinggga didalamnya ada perilaku-perilaku dalam
kelompok seperti adanya peran sosial, kekompakan,komunikasi dan kepemimpinan.
Dalam suatu
kelompok terdapat peranan-peranan yang mempunyai pembagian kerja tersendiri.
Menurut Sears dkk (1994:108) seperangkat aturan dan pemahaman tentang tindakan
yang diharapkan orang yang menempati suatu posisi, apa tanggung jawabnya dan
sebagainya adalah peranan sosial. dalam hal ini suatu individu dalam suatu
kelompok harus melakukan penyesuaian diri didalam kelompoknya. Menurut beliau
suatu bentuk penyesuain diri perlu dilakukan karena pertama, perilaku itu
memberikan informasi yang bermanfaat dan yang kedua, penyesuaian diri dilakukan
karena ingin diterima dan menghindari celaan.
Ikatan antar
anggota dalam suatu kelompok biasanya sangat kuat dan menetap. Hal itu terjadi
karena adanya sebuah kekompakan. Menurut Festinger dalam Sears dkk (1994: 109)
kekompakan mengacu pada kekuatan baik positif maupun negative yang menyebabkan
para anggota menetap dalam suatu kelompok. Dikemukakan juga faktor-faktor yang
mempengaruhi kekompakan, diantaranya 1) daya tarik antarpribadi, 2) tujuan
instrumental kelompok itu, 3) interaksi yang selaras dan serasi.
Sikap dan
perilaku tercakup dalam pembahasan psikologi sosial dalam ilmu sosiologi.
Menurut Faturochman (2006), psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
perilaku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang sosial. Sarwono
(2000:3) ada tiga wilayah studi
psikologi sosial; 1) studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individual,
2) studi tentang proses-proses individual bersama seperti bahasa dan sikap
sosial, 3) studi tentang interaksi kelompok misalnya: kepemimpinan, komunikasi,
hubungan kekuasaan, otoriter, konformitas,
kerjasama, persaingan, peran, dsb.
Definisi lain mengenai psikologi
sosial diungkapkan oleh Sears (1994), psikologi sosial adalah
ilmu yang berusaha secara sistematis untuk memahami perilaku sosial, mengenai;
1) bagaimana kita mengamati orang lain dan situasi sosial, 2) bagaimana orang
lain bereaksi terhadap kita dan 3) bagaimana kita dipengaruhi oleh situasi
sosial.
V.
KERANGKA TEORI
Maraknya musik pop Korea dikalangan anak muda membuat sebuah tren
tersendiri dikalangan mereka. Musik pop yang terdiri dari group-group musik dan
solo itu tersebar dan menyentuh kalangan remaja secara luas berkat kecanggihan
teknologi dan informasi yang ada saat ini. Mereka dapat dengan mudah mengakses
dan mengikuti terkait musik korea dan informasi mengenainya. Sehingga budaya
baru yang disebarkan melalui K-Pop dapat dengan mudah terserap pada kalangan
remaja sehingga timbul berbagai respon.
Respon yang
diberikan pada maraknya K-Pop itu diantaranya dengan adanya fans-fans hingga
dibentuknya suatu komunitas para percinta. Dengan adanya respon tersebut dapat
menentukan sikap pada remaja. Bisa saja mereka sangat menerima hadirnya mereka
diantara pop Indonesia dan ada juga merkeka yang sangat tidak menerima
kehadiran K-Pop. Melalui indra penglihatan dan perasaan mereka, mereka melihat
bahwa K-Pop telah mewarnai dunia hiburan saat ini dan yakin bahwa K-Pop jika
dibandingkan dengan Indonesian pop adalah lebih baik dan kreatif. Oleh karena
itu sikap yang mereka punya mengenai K-Pop pada akhirnya akan merujuk pada
perbuatan yang mereka lakukan.
Seseorang yang
mengidolakan idolanya akan cenderung bersikap memberikan dukungan positif
kepada idolanya dengan berperilaku layaknya fans sejati yaitu misalnya
dengan mengkoleksi semua tentang idola, mengikuti perkembangan berita
tentangnya, berusaha bertemu dibeberapa kesempatan, menirukan gaya-gaya yang
ditampilkannya secara fisik, memiliki segala aksesoris yang dipakai oeh
idolanya. Perilaku seperti itulah yang idealnya dimiliki oleh fans.
VI.
PENDEKATAN METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif
analisis. Metode deskriptif analisis ini dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analsis. Data yang diperoleh seperti analisis dokumen
tidak dituangkan dalam angka namun disajikan dalam bentuk uraian naratif.
Dokumen bahan penelitian didapat secara langsung melalui wawancara. . Penulis
menggunakan teknik studi pustaka. Studi atau kajian pustaka meliputi
pengidentifikasian secara sitematis, penemuan, dan analisis dokumen-dokumen
yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (Gay, 1976)
dikutip di dalam (Sevilla, dkk., 1993).
Penulis juga menggunakan data
sekunder yang didapat dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Dari data sekunder yang diperoleh, penulis kemudian mempelajari dan melihat kenyataan
yang terjadi disekitarnya. Penulis menggunakan penelitian-penelitian sebelumnya
sebagai kajian pustaka. Penulis mempelajari penelitian-penelitian sebelumnya
kemudian dengan tema yang sama, penulis mencoba menambahkan permasalahan baru
dari sudut pandang yang berbeda untuk dikaji.
VII.
DESKRIPSI FAKTUAL
Adanya sikap
positif terhadap apa yang digemari oleh seseorang merupakan suatu hal yang
telah melalui proses pemikiran dan pembentukan opini serta keyakinan terhadap
apa yang digemarinya. Ini semua dapat dilihat karena orang yang mempunyai sikap
tertentu akan kegemarannya dapat memberikan alasan tertentu mengapa
menggemarinya. Sehingga jelas bahwa sebelum bersikap, seseorang itu telah
berfikir dan membentuk opini dan keyakinan akan obyek sasaran. Hal ini seperti
yang dijelaskan oleh Fishbein & Ajzen mengenai unsure-unsur yang membentuk
sikap yaitu perasaan, pemikiran atau keyakinan-keyakinan serta kecenderungan
terhadap orang lain, kelompok, ide ataupun obyek.
Ada berbagai
perilaku yang ditunjukan oleh para penngemar K-Pop. Perilaku yang ditunjukan
ini tak lain timbul bukan hanya karena semata-ata sikap yang dimilikinya
melainkan karena faktor lain dari dalam atau niat serta faktor-faktor dari
luar. Menurut
Fishbein&Azein dalam Faturochman (2006), antara sikap dan perbuatan
terdapat satu faktor psikologis lain yang harus ada agar keduanya konsisten,
yaitu niat. Lalu ada juga karena faktor-faktor lain seperti faktor dalam diri
sendiri dan juga faktor dari luar yang mempengaruhinya.
Perilaku yang ditunjukan oleh para
anggota suatu komunitas atau kelompok
mendapatkan pengaruh yang sangat besar dari komunitas itu sendiri. Suatu
kelompok mempunyai kekuatan untuk mengikat anggotanya untuk tetap menetap.
Seperti yang dikatakan Seans dkk (1994:107), kelompok adalah agregat sosial di
mana anggota-anggotanya saling tergantung dan setidak-tidaknya memiliki potensi
untuk melakukan interaksi satu sama lain. Sehingga interaksi dalam kelompok
itulah yang membuat anggota kelompok menjadi saling tergantung dan terpengaruh
dengan anggota lainnya dan membentuk suatu pola perilaku tertentu.
VIII.
PENJELASAN DAN TAFSIR
Ada sepuluh orang penggemar K-Pop yang diwawancarai. Dari kesepuluh
orang itu mempunyai kegemaran masing-masing, ada yang suka dengan SNSD, G
Dragon,Big Bang, Super Junior, EXO, dan Shinee. Mereka sangat menggemari
grup-grup musik itu mulai dari daya tarik fisiknya: grup cewek nya
cantik-cantik dan grup yang cowok beranggotakan sosok yang ganteng-ganteng.
Selain itu, fashion, aksesoris yang mereka pakai juga bagus-bagus serta make up
dan style mereka fresh dan baru. Selain karena daya tarik fisik itu, alasan
lain menggemarinya adalah karena penampilan mereka yang sangat total baik dari
segi kualitas suara, tariannya, aransemen lagunya, hingga lagu nya itu sendiri.
Penggemar K-Pop
itu mempunyai pandangan tersendiri mengenai apa yang digemarinya. Mereka
mempunyai pendapat tersendiri serta keyakinan dan rasa tersendiri akan
kesukaannya itu sehingga munculah apa yang disebut sebagai penyebab mengapa
suka dengan grup-grup musik itu. Dalam hal ini, ternyata tidak ada hal yang
tanpa melalui proses pemikiran terlebih dahulu. Para penggemar itu mempunyai
sikap setelah sebelumnya melalui proses pemikiran yang ada diotaknya. Ternyata
apa yang dikatakan oleh Fishbein& Ajzen mengenai apa yang disebut
dengan sikap serta unsur-unsur pembentuk sikap, bahwa sikap merupakan sesuatu
yang telah melalui perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan dan kecenderungan
terhaap obyek-obyek. Oleh karena itu benar adanya jika keberadaan K-Pop yang
menyebar saat ini sangat mempengaruhi sikap seseorang.
Sikap-sikap
penggemar K-Pop yang positif terhadap apa yang digemarinya ternyata menimbulkan
pola perilaku-perilaku. Perilaku yang ditunjukan diantaranya adalah perilaku
positif; menirukan fashion dan gaya rambut sang idola, mengkoleksi
aksesoris tiruan seperti yang dimiliki idolanya, mengkoleksi foto dan poster,
ikut dalam komunitas atau grup-grup dalam sosial media selalu mengikuti berita
mengenai idola, membuat grup modern dance sendiri, download lagu dan video
klipnya, menonton drama yang dibintangi idolanya, selalu mendengarkan dan
menyanyikan lagu favoritnya, bahkan ada yang selalu berangan-angan untuk
menjadi kekasihnya. Selain itu ada juga yang cenderung berperilaku negatif
yaitu suka namun menunjukan perbuatan yang biasa saja tidak seperti fans lainnya;
tidak mengkoleksi foto-fotonya, tidak membeli aksesorisnya, dan tidak
menyanyikannya. Yang mempunyai perbuatan negatif ini ternyata tidak pernah
masuk ke dalam komunitas penggemar ataupun grup grup di media sosial. Sehingga
keberadaan komunitas ternyata mempengaruhi pembentukan perbuatan seorang
penggemar. Seorang penggemar yang sering berinteraksi dengan sesama anggota di
komunitas itu cenderung terpengaruh misalnya kepemilikan kaos dengan warna-warna
tertentu sesuai identitas masing-masing komunitas, menonton konser secara
langsung dengan menunjukan identitas dan euforianya, hingga mengikuti gathering
yang rutin dilakukan.
Dari
deskripsi perbuatan diatas ternyata dapat diketahui bahwa beberapa penggemar
memiliki perbuatan yang tidak sinkron
dengan sikapnya. Beberapa diantaranya menunjukan sikap yang positif terhadap
grup-grup musik tertentu namun tidak menunjukan perbuatan yang menunjukan
sikapnya. Mereka memilih untuk negatif karena mereka mempunyai alasan
tersendiri misalnya karena keterbatasan waktu sehingga tidak mempunyai waktu
untuk berlama-lama menghabiskan waktu mengikuti perkembangan beritanya, karena
keterbatasan materi sehingga tidak bisa selalu menonton konsernya dan memiliki
aksesoris serta identitas mereka, dan karena kesadaran faktor usia
sehinggamenurut mereka sudah tidak pantas lagi mengikuti euforia kegemaran yang
seperti itu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antar sikap dan perilaku itu
tidak selalu konsisten. Ketidak konsistenan itu kebanyakan dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor dari luar seperti keterbatasan waktu, materi dan usia.
IX.
KESIMPULAN
Budaya K-Pop yang menyebar dikalangan remaja telah mau tidak mau
mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Bagi yang tergolong sebagai penggemar,
sikap positif merupakan sikap yang menerima dan menyadari keberadaan budaya
K-Pop sehingga terdapat sebuah opini dan keyakinan serta perasaan tertentu akan
K-Pop itu sendiri. Setiap sikap yang positif tidak selalu mempunyai perilaku
yang positif pula. Ada yang memilih untuk berperilaku negative dalam hal ini
adalah tidak sesuai dengan sikapnya. Jenis perilaku yang ditunjukan baik
perilaku yag positif maupun yang negatif itu dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti keterbatasan waktu, materi dan
usia.
DAFTAR PUSTAKA
Faiturachman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka.
Nisbet,
Robert. A. 1970. The Social Bond: An Introduction to the Study of Society. New
York: Alfred.A. Knopf.
Nursanti,
Meivita Ika.2013. Analisis Deskriptif Penggemar K-Pop Sebagai Audiens Media dalam Mengonsumsi dan Memaknai Teks
Budaya. n.d [online]. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=64261&val=4687
Sarwono,
Sarlito Wirawan. 2000. Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Sears,
David.O., Jonathan L. Freedman., & L, Anne Peplar. 1994. Psikologi
Sosial. Jakarta: Erlangga.
Sevilla,
Consuelo G., Ochave, Jesus A., Punsaran, Teita G., Regala, Bella P., Uriarte,
Gabriel G. (1993) Pengantar Metode
Penelitian, Jakarta, UI Presss.
Wahyuestri,
Erin. 2014. Pola Interaksi Simbolik Pecinta K-Pop.n.d. [online]. http://ejournal.unesa.ac.id/article/9398/39/article.pdf
.
Langganan:
Postingan (Atom)