PENGAJARAN BUDAYA DI KELAS BIPA
Strategi Menumbuhkan Siswa BIPA Sadar Budaya
Pendahuluan
Mempelajari bahasa Indonesia mungkin lebih mudah daripada
mempelajari bahasa lain didunia ini bagi orang asing. Bahasa Indonesia tidak
seperti bahasa Indo-Eropa yang banyak mengalami infleksi oleh karena penanda
kasus, tenses, gender, mood, dll. Sehingga jika dibandingkan dengan bahasa
lainpun bahasa Indonesia cenderung lebih mudah. Namun mempelajari bahasa
tidaklah cukup dengan mempelajari struktur gramar, bunyi bahasa dan kosa
katanya saja. Oleh karena itu untuk tujuan yang lebih praktis yaitu komunikasi,
siswa BIPA perlu mempelajari pula budaya yang melatar belakangi bahasa yang
dipelajari.
Ketrampilan berkomunikasi mengambil peran dari pemahaman perbedaan
perspektif dan sudut pandang dalam budaya. Dalam hal ini orang asing yang ingin
berkomunikasi dengan orang lokal harus terlebih dahulu mengerti dan memahami
budaya orang lokal sehingga ketika terjadi benturan budaya orang asing dapat
menyaring hal-hal yang berbeda yang mungkin bisa ditolerir. Misalnya ketika
orang Amerika tengah berkomunikasi dengan orang Jawa dengan menggunkan bahasa
Indonesia dan orang Amerika itu tidak paham mengenai karakter dan kebiasaan
orang Jawa. Sudah diketahui secara umum bahwa orang Jawa suka berbasa-basi
seperti banyak bertanya yang mungkin tidak menjadi hal yang biasa bagi orang
barat. Namun karena tidak adanya pemahaman budaya itu, orang Amerika itu bisa
saja menilai orang Jawa sebagai orang yang tidak sopan dan menakutkan karena
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Oleh karena itu perlunya suatu budaya
bahasa target untuk dipahami perlu disadari oleh baik siswa BIPA maupun guru
BIPA.
Pengajaran budaya di kelas BIPA sangatlah penting. Seorang guru
BIPA harus bisa menjelaskan konteks budaya lokal kepada siswa BIPA baik yang
belajar di Indonesia maupun yang belajar di luar Indonesia. Byram dan Risger
(1999:58) mengatakan bahwa peran seorang guru bahasa adalah sebagai mediator
professional antara bahasa asing dan budaya. Oleh karena itu, kompetensi guru
BIPA mengenai pengetahuan budaya dan bahasa yang diajarkan bukan menjadi
satu-satunya. Selain memiliki pengetahuan-pengetahuan itu ada kompetensi lain
yang harus dimiliki seorang guru BIPA yaitu ketrampilan mengajar, ketrampilan
memilih materi dan ketrampilan menggunakan media pembelajaran dalam mengajarkan
bahasa. Sehingga diharapkan budaya dan bahasa dapat diajarkan oleh guru BIPA
dengan cara yang menarik untuk membentuk siswa BIPA yang sadar akan budaya.
Budaya-budaya lokal
Budaya merupakan bagian penting dalam hidup manusia. Chastain
(1988:302) menjelaskan bahwa budaya merupakan cara bagaimana orang itu hidup.
Maksudnya adalah bahwa apapun yang disepakati, dibuat dan dilakukan oleh suatu
masyarakat merupakan budaya termasuk adat-istiadat, kepercayaan, kebiasaan,
cara pandang, bahkan bahasa itu sendiri. Sehingga budaya itu tidak dapat
dipisahkan dari hidup seseorang.
Kita semua tahu
bahwa Indonesia sangatlah luas dan heterogen. Disetiap daerah di Indoensia
mempunyai ciri khas tersendiri. Budaya- budaya lokal dari daerah satu dengan
lainnya pasti berbeda-beda. Di kelas BIPA hendaknya siswa diberi pengetahuan
dan pemahaan mengenai budaya-budaya lokal yang ada di daearah-daerah di
Indonesia. Namun yang paling utama adalah budaya lokal daerah dimana siswa BIPA
itu akan tinggal. Budaya lokal mencakup adat-istiadat, kearifan lokal,
kebiasaan dan ciri khas yang ada dalam masyarakat wajib dipahami oleh siswa
BIPA dikarenakan siswa BIPA mau tidak mau harus berinteraksi dengan pribumi.
Sehingga budaya lokal yang seperti apakah yang harus dimasukan dalam kelas BIPA
haruslah menjadi pertimbangan dalam kelas BIPA.
Pemilihan materi
budaya menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam kelas BIPA. Hal ini
dikarenakan salah satunya untuk menghindari kesalah pahaman yang berdampak pada
penilaian- penilaian negative yang tidak benar pada masyarakat pribumi oleh
orang asing. Budaya-budaya lokal yang berdampak kesalah pahaman misalnya:
1.
Kebiasaan
masyarakat yang suka berbasa-basi. Berbasa-basi menurut orang jawa dan orang
Indonesia kebanyakan adalah hal yang biasa dan lumrah dalam komunikasi. Basa-basi
ini misalnya dalam bentuk pertanyaan seperti Mau kemana? Dari mana? Beli
apa? Sama siapa?
2.
Kebiasaan
masyarakat dalam hal waktu. Ada kebiasaan yang disebut dengan istilah jam
karet. Jam karet yaitu waktu yang beberapa menit lebih dari yang sudah
disepakati.
3.
Kebiasaan
bertegur sapa. Tegur sapa merupakan sebuah etika yang diajarkan oleh orang –
orang tua kepada anaknya khususnya di Jawa. Kebiasaan tegur sapa ini perlu
dijelaskan kepada siswa asing agar tidak terjadi kesalah pahaman. Sering
terjadi masyarakat lokal selalu memanggil setiap bule yang dia temui dengan mister.
4.
Kebiasaan
traktiran. Bagi anak-anak muda di Indonesia biasanya mempunyai kebiasaan
traktiran ketika sedang berulang tahun atau ada momen tertentu yang penting.
5.
Kebiasaan
mengomentari fisik. Misalnya kok kamu sekarang kurusan? Kamu gemuk ya
sekarang.
6.
Tilang
polisi. Bagi bule mungkin akan merasa bingung dan salah paham ketika melihat
peristiwa penilangan atau dia sendiri yang di tilang. Penyelesaian secara damai
dan cepat dengan memberikan uang kepada polisi akan membuat bingung dan salah
paham.
7.
Misalnya
di Bali, seseorang mengendarai motor tanpa helm tidak akan ditilang kalau orang
itu hendak pergi ke pura dengan
8.
Kebiasaan
mengatakan kata maaf.
9.
Kebiasaan
sungkan. Terkadng orang lokal terbiasa dengan kesungkanannya misalnya
dengan tidak mengatakan hal yang sebenarnya karena akan merasa tidak enak, dll.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara member pemahaman
kepada siswa BIPA akan hal-hal kebiasaan yang sudah melekat pada budaya penutur
asli?
Media Pembelajaran BIPA
Kramsch (1993) menyatakan bahwa peran budaya dalam pengajaran
budaya adalah tidak hanya merupakan ketrampilan kelima bagi pembelajar tetapi
lebih menjadi seperti latarbelakang sejak pertama mengajarkan. Karena begitu
pentingnya unsur budaya untuk diajarkan di kelas BIPA, dibutuhkan strategi
untuk membuat siswa BIPA sadar akan budaya. Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan
isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sarana-sarana
itu digunakan untuk mempermudah pemahaman pembelajar. Dalam kelas BIPA,
pengajaran budaya akan lebih menarik jika disajikan dengan media yang representatif.
Gardner and Lambert (1959, 1965, 1972) menjelaskan bahwa pedekatan
budaya dalam pengajaran bahasa mempunyai peran yang tinggi dalam memotivasi
siswa. Pengajaran bahasa dengan melibatkan aktivitas budaya seperti menyanyi,
menari, drama, melakukan riset pada negara target dan masyarakatnya membuat
siswa mempunyai tingkat ketertarikan, penasaran dan motivasi yang tinggi.
Berdasarkan penjelasan itu disamping media yang memang menjadi sarana penting
untuk pembelajaran, aktifitas yang menyertai media itu juga tidak kalah
penting. Berikut adalah media dan aktivitas – aktivitas untuk mengenakan budaya
dalam kelas BIPA:
1.
Media
gambar kartun.
Gambar pada dasarnya sama halnya
dengan teks. Gambar memuat informasi yang dapat dibaca oleh siswa. Mengapa harus
kartun? Kartun mempunyai karakter yang lucu dan bisa digambar sesuai dengan
kebutuhan materi misalnya ingin member informasi tentang kebiasaan-kebiasaan
dan nilai-nilai di masyarakat. Aktifitas-aktifitas yang bisa dilakukan dengan
media ini misalnya bermain peran sesuai dengan potongan adegan yang ada pada
gambar kartun, menceritakan kembali apa yang ada dalam gambar kartun, menusun
potongan potongan gambar kartun, menjodohkan potongan gambar kartun dengan
kata-kata, menulis cerita berdasarkan gambar kartun yang diberikan, dll.
2.
Video
atau film
Video atau potongan film memberikan
gambaran kepada siswa BIPA akan suatu realita yang ada dalam masyarakat. Media
ini baik digunakan untuk memberikan pemaparan khususnya yang tempat belajar
bahasa Indonesianya di luar negeri. Seorang guru harus jeli dalam memilih video
atau potongan film. Aktifitas yang bisa dilakukan dengan media ini misalnya
menceritakan apa yang ada di video atau film, menirukan adegan dan dialog yang
ada di video atau di film, membuat video pendek sesuai dengan kreasi
masing-masing peserta.
3.
Drama
Belajar melalui drama sangat
membantu siswa dalam memahami konteks-konteks dalam berkomunikasi. Selain itu,
dengan bermain drama siswa bisa meningkatkan tingkat percaya dirinya dan
mengekspresikan dirinya seolah olah ada dalam suatu komunitas itu. Aktifitas yang bisa dilakukan dengan media
ini adalah bermain peran dan mementaskannya didepan kelas.
4.
Kolom
Survei
Kolom survei diberikan kepada siswa untuk melakukan survey langsung
di lapangan. Siswa BIPA yang belajar di Indonesia diberi tugas untuk terjun
langsung ke masyarakat tertentu dengan konteks tertentu. Misalnya ke pasar, ke
mall, ke desa atau dikirim ke keluarga asli orang lokal. Dengan aktifitas ini
diharapkan siswa BIPA bisa berinteraksi secara langsung.
Kesimpulan
Budaya merupakan materi penting yang tidak dapat dipisahkan dari
pengajaran dan pembelajaran bahasa asing. Pemahaman budaya merupakan
ketrampilan kelima setelah ketrampilan berbicara, mendengarkan, membaca
dan menulis untuk itu pengajaran budaya
yang terintegrasi dengan pengajaran bahasa itu sendiri perlu dilakukan agar
siswa BIPA sadar akan budaya yang ada dimasyarakat lokal. Ada beberapa media yang
dapat disisipi muatan budaya dalam
pengajaran BIPA diantaranya adalah melalui gambar kartun, video atau film,
drama, dan kolom survey. Dengan
media-media itu terdapat beberapa aktivitas yang bisa dilakukan siswa BIPA
seperti menceritakan gambar kartun, mencocokan gambar kartun, menyusun gambar
kartun, bermain peran, membuat video, dan berinteraksi langsung dengan
masyarakat.
Daftar Pustaka
Briggs, L.J. (ed.) (1977). Instructional Design: Principles and
Applications New Jersey: Englewood Cliffs.
Byram, M., and K, Risager. 1999. Language teachers, politics and
cultures. Clevedon, UK: Multilingual Matters.
Kramsch (1993).Context and Culture in Language Teaching. Oxford:
Oxford University Press.
Kramsch, C. (2001). Language and Culture. Oxford: Oxford
University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar