Mutiara

Rabu, 27 April 2016

PENGAJARAN BUDAYA DI KELAS BIPA

PENGAJARAN BUDAYA DI KELAS BIPA
Strategi Menumbuhkan Siswa BIPA Sadar Budaya


Pendahuluan
Mempelajari bahasa Indonesia mungkin lebih mudah daripada mempelajari bahasa lain didunia ini bagi orang asing. Bahasa Indonesia tidak seperti bahasa Indo-Eropa yang banyak mengalami infleksi oleh karena penanda kasus, tenses, gender, mood, dll. Sehingga jika dibandingkan dengan bahasa lainpun bahasa Indonesia cenderung lebih mudah. Namun mempelajari bahasa tidaklah cukup dengan mempelajari struktur gramar, bunyi bahasa dan kosa katanya saja. Oleh karena itu untuk tujuan yang lebih praktis yaitu komunikasi, siswa BIPA perlu mempelajari pula budaya yang melatar belakangi bahasa yang dipelajari.
Ketrampilan berkomunikasi mengambil peran dari pemahaman perbedaan perspektif dan sudut pandang dalam budaya. Dalam hal ini orang asing yang ingin berkomunikasi dengan orang lokal harus terlebih dahulu mengerti dan memahami budaya orang lokal sehingga ketika terjadi benturan budaya orang asing dapat menyaring hal-hal yang berbeda yang mungkin bisa ditolerir. Misalnya ketika orang Amerika tengah berkomunikasi dengan orang Jawa dengan menggunkan bahasa Indonesia dan orang Amerika itu tidak paham mengenai karakter dan kebiasaan orang Jawa. Sudah diketahui secara umum bahwa orang Jawa suka berbasa-basi seperti banyak bertanya yang mungkin tidak menjadi hal yang biasa bagi orang barat. Namun karena tidak adanya pemahaman budaya itu, orang Amerika itu bisa saja menilai orang Jawa sebagai orang yang tidak sopan dan menakutkan karena pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Oleh karena itu perlunya suatu budaya bahasa target untuk dipahami perlu disadari oleh baik siswa BIPA maupun guru BIPA.
Pengajaran budaya di kelas BIPA sangatlah penting. Seorang guru BIPA harus bisa menjelaskan konteks budaya lokal kepada siswa BIPA baik yang belajar di Indonesia maupun yang belajar di luar Indonesia. Byram dan Risger (1999:58) mengatakan bahwa peran seorang guru bahasa adalah sebagai mediator professional antara bahasa asing dan budaya. Oleh karena itu, kompetensi guru BIPA mengenai pengetahuan budaya dan bahasa yang diajarkan bukan menjadi satu-satunya. Selain memiliki pengetahuan-pengetahuan itu ada kompetensi lain yang harus dimiliki seorang guru BIPA yaitu ketrampilan mengajar, ketrampilan memilih materi dan ketrampilan menggunakan media pembelajaran dalam mengajarkan bahasa. Sehingga diharapkan budaya dan bahasa dapat diajarkan oleh guru BIPA dengan cara yang menarik untuk membentuk siswa BIPA yang sadar akan budaya.
Budaya-budaya lokal
Budaya merupakan bagian penting dalam hidup manusia. Chastain (1988:302) menjelaskan bahwa budaya merupakan cara bagaimana orang itu hidup. Maksudnya adalah bahwa apapun yang disepakati, dibuat dan dilakukan oleh suatu masyarakat merupakan budaya termasuk adat-istiadat, kepercayaan, kebiasaan, cara pandang, bahkan bahasa itu sendiri. Sehingga budaya itu tidak dapat dipisahkan dari hidup seseorang.
            Kita semua tahu bahwa Indonesia sangatlah luas dan heterogen. Disetiap daerah di Indoensia mempunyai ciri khas tersendiri. Budaya- budaya lokal dari daerah satu dengan lainnya pasti berbeda-beda. Di kelas BIPA hendaknya siswa diberi pengetahuan dan pemahaan mengenai budaya-budaya lokal yang ada di daearah-daerah di Indonesia. Namun yang paling utama adalah budaya lokal daerah dimana siswa BIPA itu akan tinggal. Budaya lokal mencakup adat-istiadat, kearifan lokal, kebiasaan dan ciri khas yang ada dalam masyarakat wajib dipahami oleh siswa BIPA dikarenakan siswa BIPA mau tidak mau harus berinteraksi dengan pribumi. Sehingga budaya lokal yang seperti apakah yang harus dimasukan dalam kelas BIPA haruslah menjadi pertimbangan dalam kelas BIPA.
            Pemilihan materi budaya menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam kelas BIPA. Hal ini dikarenakan salah satunya untuk menghindari kesalah pahaman yang berdampak pada penilaian- penilaian negative yang tidak benar pada masyarakat pribumi oleh orang asing. Budaya-budaya lokal yang berdampak kesalah pahaman misalnya:
1.      Kebiasaan masyarakat yang suka berbasa-basi. Berbasa-basi menurut orang jawa dan orang Indonesia kebanyakan adalah hal yang biasa dan lumrah dalam komunikasi. Basa-basi ini misalnya dalam bentuk pertanyaan seperti Mau kemana? Dari mana? Beli apa? Sama siapa? 
2.      Kebiasaan masyarakat dalam hal waktu. Ada kebiasaan yang disebut dengan istilah jam karet. Jam karet yaitu waktu yang beberapa menit lebih dari yang sudah disepakati.
3.      Kebiasaan bertegur sapa. Tegur sapa merupakan sebuah etika yang diajarkan oleh orang – orang tua kepada anaknya khususnya di Jawa. Kebiasaan tegur sapa ini perlu dijelaskan kepada siswa asing agar tidak terjadi kesalah pahaman. Sering terjadi masyarakat lokal selalu memanggil setiap bule yang dia temui dengan mister.
4.      Kebiasaan traktiran. Bagi anak-anak muda di Indonesia biasanya mempunyai kebiasaan traktiran ketika sedang berulang tahun atau ada momen tertentu yang penting.
5.      Kebiasaan mengomentari fisik. Misalnya kok kamu sekarang kurusan? Kamu gemuk ya sekarang.
6.      Tilang polisi. Bagi bule mungkin akan merasa bingung dan salah paham ketika melihat peristiwa penilangan atau dia sendiri yang di tilang. Penyelesaian secara damai dan cepat dengan memberikan uang kepada polisi akan membuat bingung dan salah paham.
7.      Misalnya di Bali, seseorang mengendarai motor tanpa helm tidak akan ditilang kalau orang itu hendak pergi ke pura dengan
8.      Kebiasaan mengatakan kata maaf.
9.      Kebiasaan sungkan. Terkadng orang lokal terbiasa dengan kesungkanannya misalnya dengan tidak mengatakan hal yang sebenarnya karena akan merasa tidak enak, dll.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara member pemahaman kepada siswa BIPA akan hal-hal kebiasaan yang sudah melekat pada budaya penutur asli?
Media Pembelajaran BIPA
Kramsch (1993) menyatakan bahwa peran budaya dalam pengajaran budaya adalah tidak hanya merupakan ketrampilan kelima bagi pembelajar tetapi lebih menjadi seperti latarbelakang sejak pertama mengajarkan. Karena begitu pentingnya unsur budaya untuk diajarkan di kelas BIPA, dibutuhkan strategi untuk membuat siswa BIPA sadar akan budaya. Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sarana-sarana itu digunakan untuk mempermudah pemahaman pembelajar. Dalam kelas BIPA, pengajaran budaya akan lebih menarik jika disajikan dengan media yang representatif.
Gardner and Lambert (1959, 1965, 1972) menjelaskan bahwa pedekatan budaya dalam pengajaran bahasa mempunyai peran yang tinggi dalam memotivasi siswa. Pengajaran bahasa dengan melibatkan aktivitas budaya seperti menyanyi, menari, drama, melakukan riset pada negara target dan masyarakatnya membuat siswa mempunyai tingkat ketertarikan, penasaran dan motivasi yang tinggi. Berdasarkan penjelasan itu disamping media yang memang menjadi sarana penting untuk pembelajaran, aktifitas yang menyertai media itu juga tidak kalah penting. Berikut adalah media dan aktivitas – aktivitas untuk mengenakan budaya dalam kelas BIPA:
1.      Media gambar kartun.
Gambar pada dasarnya sama halnya dengan teks. Gambar memuat informasi yang dapat dibaca oleh siswa. Mengapa harus kartun? Kartun mempunyai karakter yang lucu dan bisa digambar sesuai dengan kebutuhan materi misalnya ingin member informasi tentang kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai di masyarakat. Aktifitas-aktifitas yang bisa dilakukan dengan media ini misalnya bermain peran sesuai dengan potongan adegan yang ada pada gambar kartun, menceritakan kembali apa yang ada dalam gambar kartun, menusun potongan potongan gambar kartun, menjodohkan potongan gambar kartun dengan kata-kata, menulis cerita berdasarkan gambar kartun yang diberikan, dll.
2.      Video atau film
Video atau potongan film memberikan gambaran kepada siswa BIPA akan suatu realita yang ada dalam masyarakat. Media ini baik digunakan untuk memberikan pemaparan khususnya yang tempat belajar bahasa Indonesianya di luar negeri. Seorang guru harus jeli dalam memilih video atau potongan film. Aktifitas yang bisa dilakukan dengan media ini misalnya menceritakan apa yang ada di video atau film, menirukan adegan dan dialog yang ada di video atau di film, membuat video pendek sesuai dengan kreasi masing-masing peserta.
3.      Drama
Belajar melalui drama sangat membantu siswa dalam memahami konteks-konteks dalam berkomunikasi. Selain itu, dengan bermain drama siswa bisa meningkatkan tingkat percaya dirinya dan mengekspresikan dirinya seolah olah ada dalam suatu komunitas itu.  Aktifitas yang bisa dilakukan dengan media ini adalah bermain peran dan mementaskannya didepan kelas.


4.      Kolom Survei
Kolom survei diberikan kepada siswa untuk melakukan survey langsung di lapangan. Siswa BIPA yang belajar di Indonesia diberi tugas untuk terjun langsung ke masyarakat tertentu dengan konteks tertentu. Misalnya ke pasar, ke mall, ke desa atau dikirim ke keluarga asli orang lokal. Dengan aktifitas ini diharapkan siswa BIPA bisa berinteraksi secara langsung.
Kesimpulan
Budaya merupakan materi penting yang tidak dapat dipisahkan dari pengajaran dan pembelajaran bahasa asing. Pemahaman budaya merupakan ketrampilan kelima setelah ketrampilan berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis untuk itu  pengajaran budaya yang terintegrasi dengan pengajaran bahasa itu sendiri perlu dilakukan agar siswa BIPA sadar akan budaya yang ada dimasyarakat lokal. Ada beberapa media yang dapat  disisipi muatan budaya dalam pengajaran BIPA diantaranya adalah melalui gambar kartun, video atau film, drama, dan kolom survey.  Dengan media-media itu terdapat beberapa aktivitas yang bisa dilakukan siswa BIPA seperti menceritakan gambar kartun, mencocokan gambar kartun, menyusun gambar kartun, bermain peran, membuat video, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat.






Daftar Pustaka
Briggs, L.J. (ed.) (1977). Instructional Design: Principles and Applications New Jersey: Englewood Cliffs.
Byram, M., and K, Risager. 1999. Language teachers, politics and cultures. Clevedon, UK: Multilingual Matters.
Kramsch (1993).Context and Culture in Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Kramsch, C. (2001). Language and Culture. Oxford: Oxford University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar