PARTIKEL 'KOK' DALAM BAHASA JAWA
A.
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Bahasa adalah salah
satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk
lain (Nababan, 1984:1). Secara tradisional bahasa adalah alat untuk
berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep dan juga perasaan (chaer dan agustina, 1995:19). Jadi
bahasa berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran
manusia .
Kridalaksana (2005:3) menyatakan bahwa bahasa merupakan system
tanda bunyi yang disepakati bersama untuk dipergunakan oleh para anggota
kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi dan
mengidentifikasi diri. Disebutkan juga bawa bahasa adalah suatu system tanda
arbiter yang konvensional. Berkaitan dengan ciri system, bahasa bersifat
sitematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistemik karena mengikuti
ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat
sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem
–subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem
sintaksis, subsistem semantik dan subsistem leksikon (Soeparno, 2002:1). Adapun
sistematik berarti beraturan, mempola, ada generalisasi yang utuh, tidak
terpisah-pisah, merupakan satu kesatuan tunggal yang bagiannya sejalan dan
senada, semuanya mendukung satu keseluruhan.
Berdasarkan bentuknya, bahasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu
bahasa tulis dan bahasa lisan. Finegan (1992:352) menyebut tulisan sebagai
aturan yang dituliskan atau bahasa yang divisualisasikan sedangkan bahasa lisan
disebut bahasa yang didengar. Baik bahasa lisan maupun tulisan mempunyai
kekhasan masing-masing. Namun demikian, bahasa lisan memiliki kelebihan karena
dapat didukung oleh intonasi, tekanan suara, mimik wajah dan gesture tubuh
pembicara. Intonasi, tekanan suara, mimik wajah dan gesture tubuh pembicara
merupakan unsur-unsur yang membuat bahasa lisan mampu mengekspresikan perasaan,
sikap, maksud, dan keinginan penuturnya. Selain itu, bahasa lisan juga didukung
oleh unsur bahasa seperti interjeksi dan partikel dalam tuturan. Unsur yang
digunakan oleh pembicara untuk mengekspresikan perasaan, sikap, maksud dan
keinginannya tersebut dapat ditemukan dalam percakapan informal.
Bahasa Jawa memiliki partikel yang digunakan sebagai pelunak,
pelengkap dan pementing. Ketiga jenis partikel itu ialah (1) partikel gatra
pelunak yang meliputi kok, mbok, (2) partikel gatra pelengkap yang
meliputi dhing, je, ya, ta, dan partikel pementing ta (Widhawati 2001,
372:378). Poedjosoedarmo (1996:3) mendefinisikan partikel sebagai kata-kata
yang mengisi celah yang disediakan oleh bagian intonasi pelengkap dan
diharapkan muncul setelah fokus, memberi modifikasi penghalus pada makna
kalimat sehingga memungkinkan kalimat menjadi tidak terlalu terus terang,
terdengar lebih sopan , tidak terlalu kasar dan sedikit lebih menegaskan
maksud. Senada dengan definisi tersebut, Sudaryanto (1992:121) mendefinisikan
partikel sebagai satuan yang secara bentuk menyerupai afiks tetapi perilakunya
bebas sebagaimana kata pada umumnya dan berfungsi memodifikasi bahasa. Dalam
banyak kasus partikel bersifat bebas secara sintaksis dalam artian penghilangan
partikel dalam kalimat tidak mengganggu struktur kalimat karena tidak
memberikan kontribusi pada konten proposional ujaran. Meskipun demikian
partikel memainkan peranan penting dalam mengarahkan aliran dialog dan
menyampaikan berbagai sikap dan harapan pembicara.
Menurut Sudaryanto dkk (1982), partikel dalam bahasa Jawa lho, ta, kok, ki, dhing, je, no, ora, wis,
lha, wong, mbok memberi pengaruh tertentu bagi lawan bicara. Partikel
merupakan kata afektif (kata yang mengandung rasa) yang dengan adanya partikel
itu dapat membantu proses komunikasi. Kata afektif merupakan kata yang
berkaitan dengan ‘segala sesuatu’ yang pada dasarnya telah mengandung efek,
mengandung rasa. Sehingga, penggunaan partikel dalam komunikasi informal dapat
membantu penutur untuk mengekspresikan tentang perasaan ataupun keinginan agar
dimengerti oleh lawan bicaranya. Sehingga dapat dikatakan bahwa partikel
merupakan unsur penting yang membantu proses komunikasi secara informal.
Kajian mengenai partikel telah banyak dilakukan hingga saat ini. Suwadji
(Balai Bahasa Yogyakarta) telah meneliti partikel bahasa Jawa wong berdasarkan
distribusinya. Setyadi (1993) membcarakan mengenai partikel mbok, ta, lho
sebagai partikel pembentuk kalimat imperative. Penelitian ini fokus kepada
peranan ketiga partikel itu sebagai pembentuk keimperatifan dalam kalimat.
Imperative anjuran (mbok), imperative peringatan (lho). Beliau
mengungkapkan bahwa partikel mbok dan ta dapat digabung,
sedangkan mbok dengan lho tak dapat digabung karena berkaitan
dengan kesamaan dan perbedaan medan makna. Meski telah banyak dilakukan
penelitian mengenai partikel, belum ada yang menunjukan distribusi dan pola-pola
partikel tertentu secara spesifik.
Dalam makalah ini, penulis hanya ingin mengkaji partikel kok dari
segi pola-polanya dalam kalimat dan makna – makna yang dibawa jika digunakan
dalam kalimat. Penulis memilih partikel kok saja karena partikel kok
mempunyai distribusi yang fleksibel dalam penggunaannya sehingga diharapkan
tulisan ini dapat memberikan wawasan mengenai pola-pola peredarannya dalam
kalimat serta makna-maknanya. Penulis merupakan penutur asli bahasa Jawa
sehingga penutur mengambil data dengan menggunakan metode introspeksi.
B.
Pembahasan
a.
Partikel
kok di posisi depan
KOK + FN +V
|
Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada
pada benda yang dikenai aktivitas.
(a)
-
Kok3
sapine didol kabeh le?
(Kok3
sapinya dijual semua?)
-
Kok3
klambiku dikumbah luntur?
(Kok3bajuku
dicuci luntur?)
-
Kok3
sikilku dinggo mlaku lara?
-
Kok3kakiku
buat jalan sakit?)
-
Kok3
bukune didol ora payu?
(Kok3bukunya
dijual enggak laku?)
-
Kok3
drijiku rasane kaku bar ndemok es?
(Kok3jariku rasanya kaku
setelah menyentuh es?)
-
Kok3
simbok lungo ora pamit ndok?
(Kok3 ibu pergi tidak
pamit dek?)
Pada kesemua contoh (a) diatas, partikel kok muncul sebelum
frasa nomina diawal kalimat dengan nada tinggi. Jika kalimat-kalimat itu tanpa
partikel kok akan berbeda yaitu jika diucapkan dengan nada naik akan
menjadi pertanyaan yang cukup dijawab ‘iya’ atau ‘tidak’, jika dengan nada
datar akan menjadi pernyataan saja. Konteks pemakaian kok itu
dilatarbelakangi dengan adanya suatu kenyataan yang dalam sudut pandang
penuturnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya atau diluar dugaannya.
Sehingga kok disitu menunjukan keterkejutan dan keheranan yang
membutuhkan suatu penjelasan. Bisa dilihat penggunaan kok dalam kalimat kok3
klambiku dikumbah luntur itu muncul karena adanya kenyataan bahwa baju yang
dicuci kemudian luntur merupakan kejadian diluar harapan penutur. Lalu timbul
rasa terkejut dan heran sehingga penutur itu menggunakan partikel kok sekaligus
meminta penjelasan.
Pola II
KOK +
V + N
|
Makna : heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada
pada aktivitasnya.
(b)
-
Kok3
diitung itung duitku kurang satus ewu.
(Kok3
dihitung-hitung duitku kurang seratus ribu)
-
Kok3diombe
obate ora mandhi.
(Kok3
diminum obatnya enggak manjur)
-
Kok3dimangsak
segone pero.
(Kok3
dimasak nasinya enggak matang)
-
Kok3diopek
peleme rung mateng.
(Kok3 dipetik mangganya
belum masak)
Kok pada contoh (b)
diatas muncul sebelum kata kerja pasif. Kok diucapkan dengan intonasi
tinggi yang menandakan adanya keterkejutan dan heran yang membutuhkan
penjelasan atas peristiwa yang terjadi. Pada kalimat Kok3 diitung
itung duitku kurang satus ewu, partikel kok menandakan bahwa penutur
merasa terkejut dan membutuhkan penjelasan atas peristiwa yang terjadi. Akan
tetapi jika kok itu dihilangkan dalam kalimat-kalimat itu tidak lagi
menunjukan ekspresi penutur yang terkejut dan heran yang membutuhkan penjelasan
melainkan hanya sebuah pernyataan (jika diucapkan dengan intonasi datar) dan hanya
merupakan pertanyaan iya/tidak saja tanpa ada ekspresi terkejut (jika
diucapkan dengan intonasi tinggi). Contoh setelah kok dihilangkan
menjadi diitung itung duitku kurang satus ewu.
KOK + ADV
+V
|
Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada
pada kata keterangan.
(c)
-
Kok3
samben wengi mesti nanges bocah kui.
(Kok3setiap
malam pasti menangis anak itu)
-
Kok3
cepet ne adhang lemper.
(Kok3 cepat ngukus lempernya)
-
Kok3
pendak dino mumet sirahku.
(Kok3
setiap hari pusing kepalaku)
-
Kok3
ning pawon ne turu.
(Kok3di dapur tidurnya)
Kok pada contoh diatas
memberikan makna terkejut dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Jika kok dihilangkan
maka semua contoh (c) diatas akan sangat berbeda yaitu berupa kalimat pernyataan
saja (intonasi datar) atau pertanyaan konfirmasi ya/tidak saja (intonasi
tinggi). Sehingga penggunaan kok (intonasi tinggi) sebelum kata
keterangan menunjukan ekspresi terkejut dari penuturnya yang lebih ditekankan
pada kata keterangan setelahnya. Pada kalimat Kok3 samben wengi
mesti nanges bocah kui, penutur terkejut yang ditekankan pada kata
keterangan samben wengi. Jika dilihat secara keseluruhan, partikel kok
itu memberikan makna bahwa penutur terkejut dn membutuhkan penjelasan lebih
lanjut mengenai kata keterangan yang menerangkan suatu aktivitas.
Pola IV
KOK + ADJ +
N
|
Makna:
heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata sifat.
(d)
-
Kok3
elek bijine?
(Kok3
jelek nilainya?)
-
Kok3
entek duwite?
(Kok3
habis uangnya?)
-
Kok3
duwur cagake?
(Kok3
tinggi tiangnya?)
-
Kok3
sithik duwite?
(Kok3
sedikit uangnya?)
-
Kok3
entek segane?
(Kok3
habis nasinya?)
-
Kok3
ayu rupane?
(Kok3 cantik parasnya?)
Pada contoh (d) diatas, partikel kok
berada diawal kalimat sebelum kata sifat. Kata kok dengan intonasi
tinggi memberikan makna bahwa penutur terkejut akan suatu hal dan membutuhkan
penjelasan lebih lanjut.
b.
Partikel
kok diposisi tengah
Pola I
FN + KOK +
V
|
Makna:
heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata kerja.
(e)
-
Omah
sing gede kae kok3 didol?
(Rumah yang
besar itu kok3 dijual?)
-
Buku
sing wis lawas kae kok3 dituku?
(Buku yang
sudah lama itu kok3 dibeli?)
-
Wong
sik nganggo klambi abang kae kok3 mlaku neng tengah ndalan?
(Orang yang
memakai baju merah itu kok3 jalan ditengah jalan?)
-
Bocah
ayu-ayu kok3 mangan sego ning tengah lawang?
(Anak canti- cantik kok3
makan nasi ditengah jalan?)
Kok pada contoh (e) diatas berada diposisi tengah antara kata benda dan
kata kerja pasif, transitif, dan intransitif. Kok diatas diucapkan
dengan intonasi tinggi yang memberikan arti bahwa penutur meminta penjelasan
atau alasan atas suatu aktivitas.
FN + KOK +
ADJ
|
Makna:
heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata kerja.
(f)
-
Wit
pelem neng ngarep omah kae kok3 mati?
(Pohon
mangga di depan rumah itu kok3 mati?)
-
Motore
bapak kok3 rusak?
(Motor bapak
kok3 rusak?)
-
Tandurane
pari kok3 garing?
(Tanaman padi
itu kok3 kering?)
-
Bocah
cilik kae kok3 ndregil?
(Anak kecil itu kok3
terampil?)
Kok pada contoh (f) diatas berada ditengah kalimat dan muncul sebelum
kata sifat. Kok dalam kalimat itu diucapkan dengan intonasi tinggi dan
memberi makna bahwa penutur terkejut dan heran sehingga memerlukan penjelasan
lebih lanjut. Pada kalimat Motore bapak kok3 rusak, kata kok
menunjukan bahwa ada rasa terkejut dari penetur hingga penutur itu meminta
sebuah penjelasan atas rusaknya motor milik bapak.
ADJ + KOK + FN
|
Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau
respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata sifat yang
diikutinya.
(g)
-
Akeh
kok3 buku sing apik tur murah!
(Banyak kok3
buku yang bagus dan murah!)
-
Ono kok3
wong sing ramah!
(Ada kok3
orang yang ramah!)
-
Ora
urip kok3 wit sing
-
tak tandhur wingi!
(Tidak hidup
kok3 pohon yang aku tanam kemarin!)
-
Mateng
kok3 sego sing tak liwet mau!
(Matang kok3
nasi yang aku masak tadi!)
-
Wani
kok3 aku mlaku tengah wengi!
(Berani kok3
aku jalan tengah malam!)
-
Seneng
kok3 wonge karo koe!
(Seneng kok3
orangna sama kamu!)
-
Wedhi
tenan kok3 wonge mlaku ning nggon petengan!
(Takut benar kok3 dia
jalan di tempat gelap!)
Kok pada contoh (g) diatas diucapkan dengan intonasi tinggi juga namun
memberikan makna yang berbeda dengan kok yang ada pada contoh
sebelumnya. Kok pada contoh (a) hingga (f) memberikan makna terkejut dan
heran hingga membutuhkan suatu penjelasan namun pada contoh (g) kok memberikan
penekanan pada kata sifat yang diikutinya sehingga terkesan untuk meyakinkan
lawan bicaranya.
Pola
IV
FV + KOK +
FN
|
Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau
respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata kerja yang
diikutinya.
Lihat contoh dialog dibawah ini:
Joni : Jo aku tak lungo
jajan sik ya.
(Jo aku mau pergi
beli jajan dulu ya.)
Paijo : Lah koe mau tak
gawake sego Jon. Ora dipangan?
(Lah kamu tadi
kubawakan nasi Jon. Enggak dimakan?)
Joni : Uwis Jo. Tak pangan
kok3 segomu mau. Iki aku
arep jajan liyane.
(Udah Jo. Kumakan
kok3 nasimu tadi. Ini aku mau beli yang lain.)
(h)
-
Tak
pangan kok3 segomu mau.
(Kumakan kok3
nasimu tadi)
-
Rung
tak garap kok3 gaweane.
(Belum
kukerjakan kok3 kerjaanya)
-
Wis
tak bayar kok3 blanjane wingi.
(Sudah kubayar
kok3 blanjaan kemarin)
-
Arep
tak tandhur kok3 wit pelem kae.
(Mau kutanam kok3 pohon
mangga itu)
Kok pada contoh (h) diatas memiliki makna yang sama dengan kok yang
ada pada contoh (g) yaitu memberikan keyakinan atas apa yang diucapkan kepada
lawan bicara. Pada kalimat Tak pangan kok3 segomu mau,
penutur berusaha meyakinkan lawan bicaranya bahwa nasi memang benar-benar
dimakan oleh penutur.
c.
Partike
kok di posisi akhir
ADJ + KOK
|
Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau
respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata sifat yang
diikutinya.
(i)
-
Ayu kok3.
(Cantik kok3)
-
Ora
po po kok3.
(Tidak pa pa
kok3)
-
Ono kok3.
(Ada kok3)
-
Ora
urip kok3.
(Hidup kok3)
-
Murah
kok3.
(Murah kok3)
-
Enak
kok3.
(Enak kok3)
Kok pada contoh (i) ada di akhir kalimat yaitu berada setelah kata
sifat dan diucapkan dengan intonasi tinggi. Makna yang diberikan oleh kok adalah
penutur memberikan keyakinan kepada lawan bicaranya dengan menekankan pada kata
sifat yang diikutinya. Penutur yang mengucapkan kalimat seperti pada contoh Ayu
kok3 sepertinya memberikan keyakinan kepada lawan bicara bahwa
sesuatu itu benar-benar cantik.
FV + KOK
|
Makna: kesan yang meyakinkan
pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara.
Penekanan ada pada kata kerja yang diikutinya.
(j)
-
Bar
sinau kok3.
(Habis belajar
kok3)
-
Mangsak
kok3.
(Masak kok3)
-
Mlaku
kok3.
(Jalan kok3)
-
Nyambut
gawe kok3.
(Kerja kok3)
-
Kandani
kok3.
(Kasih tau kok3)
Kok pada contoh (j) diatas berada pada akhir kalimat yaitu muncul
setelah kata kerja dan diucapkan dengan intonasi tinggi. Pada kalimat Bar
sinau kok3, kok yang digunakan oleh penutur
mengindikasikan bahwa penutur memang ingin meyakinkan dan melakukan pembenaran
atas apa yang telah dilakukannya. Dalam kalimat itu adalah bahwa penutur memang
benar-benar telah belajar.
ADV + KOK
|
Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau
respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata keterangan
yang diikutinya.
(k) -Pendak dino kok3
(Setiap hari kok3)
-Ning omah kok3
(Di rumah kok3)
Pemakaian kok pada contoh (k) ini memberikan kesan bahwa
penutur meyakinkan sebuah pernyataan yang dikatakan sebelumnya kepada lawan
bicaranya. Pada Pendak dino kok3 maksudnya adalah setiap hari
dan bukan setiap dua hari atau yang lainnya.
FN + KOK
|
Makna:
kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada
pada kata benda yang diikutinya.
(l)
- Omahku kok3
(Rumahku kok3)
- Wong loro kok3
(Dua orang kok3)
- Piring kok3
(Piring kok3)
Pada
contoh (l) diatas kok berada di akhir kalimat dengan intonasi tinggi. Kok
memberikan arti meyakinkan pada pernyataan, pembenaran yang dikatakan
sebelumnya. Contoh omahku kok3 ini menunjukan bahwa penutur
meyakinkan lawan bicara bahwa rumah itu adalah rumah penutur dan bukan rumah
orang lain. Sehingga kok disini membawa makna meyakinkan akan suatu
pernyataan atau kebenaran.
C.
Kesimpulan
Dari
kajian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1.
konstruksi partikel kok berdasarkan
posisinya memiliki beberapa pola yaitu:
Kok posisi awal
dengan empat pola:
Pola I : KOK + FN + V
Pola II : KOK + V + N
Pola III : KOK + ADV + V
Pola IV : KOK + ADJ + N
Kok posisi tengah
mempunyai empat pola:
Pola I : FN + KOK + V
Pola II : FN + KOK + ADJ
Pola III : ADJ + KOK + FN
Pola IV : FV + KOK + FN
Kok posisi akhir mempunyai empat pola:
Pola I : ADJ + KOK
Pola II : FV + KOK
Pola III : ADV + KOK
Pola IV : FN +KOK
2.
Penggunaan
partikel kok dalam kalimat mempunyai makna:
a.
Rasa
heran, terkejut sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut (pada contoh a
hingga contoh f).
b.
kesan
yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada
lawan bicara (pada contoh g hingga l )
DAFTAR PUSTAKA
Finegan,
E., Niko Besnier, David Blair dan Peter Collins. 1992. Language: Its
Structure and Use. NSW:
Harcourt Brace Jovanovich Group.
Kridalaksana,
Harimukti. 1982. “Pendahuluan”dalam Dasar-dasar Linguistik Umum. Djoko Kentjono (Ed). Jakarta: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.
Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Sudaryanto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Wedhawati,
dkk. 1980. Kata Tugas Bahasa Jawa. Yogyakarta: Laporan Penelitian oleh Balai Penelitian Bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar