Mutiara

Rabu, 27 April 2016

PARTIKEL 'KOK' DALAM BAHASA JAWA


PARTIKEL 'KOK' DALAM BAHASA JAWA
Oleh: Dwi Puji Lestari
A.    Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Bahasa adalah salah satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk lain (Nababan, 1984:1). Secara tradisional bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep dan juga perasaan (chaer dan agustina, 1995:19). Jadi bahasa berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran manusia .
Kridalaksana (2005:3) menyatakan bahwa bahasa merupakan system tanda bunyi yang disepakati bersama untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Disebutkan juga bawa bahasa adalah suatu system tanda arbiter yang konvensional. Berkaitan dengan ciri system, bahasa bersifat sitematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem –subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, subsistem semantik dan subsistem leksikon (Soeparno, 2002:1). Adapun sistematik berarti beraturan, mempola, ada generalisasi yang utuh, tidak terpisah-pisah, merupakan satu kesatuan tunggal yang bagiannya sejalan dan senada, semuanya mendukung satu keseluruhan.
Berdasarkan bentuknya, bahasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Finegan (1992:352) menyebut tulisan sebagai aturan yang dituliskan atau bahasa yang divisualisasikan sedangkan bahasa lisan disebut bahasa yang didengar. Baik bahasa lisan maupun tulisan mempunyai kekhasan masing-masing. Namun demikian, bahasa lisan memiliki kelebihan karena dapat didukung oleh intonasi, tekanan suara, mimik wajah dan gesture tubuh pembicara. Intonasi, tekanan suara, mimik wajah dan gesture tubuh pembicara merupakan unsur-unsur yang membuat bahasa lisan mampu mengekspresikan perasaan, sikap, maksud, dan keinginan penuturnya. Selain itu, bahasa lisan juga didukung oleh unsur bahasa seperti interjeksi dan partikel dalam tuturan. Unsur yang digunakan oleh pembicara untuk mengekspresikan perasaan, sikap, maksud dan keinginannya tersebut dapat ditemukan dalam percakapan informal.
Bahasa Jawa memiliki partikel yang digunakan sebagai pelunak, pelengkap dan pementing. Ketiga jenis partikel itu ialah (1) partikel gatra pelunak yang meliputi kok, mbok, (2) partikel gatra pelengkap yang meliputi dhing, je, ya, ta, dan partikel pementing ta (Widhawati 2001, 372:378). Poedjosoedarmo (1996:3) mendefinisikan partikel sebagai kata-kata yang mengisi celah yang disediakan oleh bagian intonasi pelengkap dan diharapkan muncul setelah fokus, memberi modifikasi penghalus pada makna kalimat sehingga memungkinkan kalimat menjadi tidak terlalu terus terang, terdengar lebih sopan , tidak terlalu kasar dan sedikit lebih menegaskan maksud. Senada dengan definisi tersebut, Sudaryanto (1992:121) mendefinisikan partikel sebagai satuan yang secara bentuk menyerupai afiks tetapi perilakunya bebas sebagaimana kata pada umumnya dan berfungsi memodifikasi bahasa. Dalam banyak kasus partikel bersifat bebas secara sintaksis dalam artian penghilangan partikel dalam kalimat tidak mengganggu struktur kalimat karena tidak memberikan kontribusi pada konten proposional ujaran. Meskipun demikian partikel memainkan peranan penting dalam mengarahkan aliran dialog dan menyampaikan berbagai sikap dan harapan pembicara.
Menurut Sudaryanto dkk (1982), partikel dalam bahasa Jawa  lho, ta, kok, ki, dhing, je, no, ora, wis, lha, wong, mbok memberi pengaruh tertentu bagi lawan bicara. Partikel merupakan kata afektif (kata yang mengandung rasa) yang dengan adanya partikel itu dapat membantu proses komunikasi. Kata afektif merupakan kata yang berkaitan dengan ‘segala sesuatu’ yang pada dasarnya telah mengandung efek, mengandung rasa. Sehingga, penggunaan partikel dalam komunikasi informal dapat membantu penutur untuk mengekspresikan tentang perasaan ataupun keinginan agar dimengerti oleh lawan bicaranya. Sehingga dapat dikatakan bahwa partikel merupakan unsur penting yang membantu proses komunikasi secara informal.
Kajian mengenai partikel telah banyak dilakukan hingga saat ini. Suwadji (Balai Bahasa Yogyakarta) telah meneliti partikel bahasa Jawa wong berdasarkan distribusinya. Setyadi (1993) membcarakan mengenai partikel mbok, ta, lho sebagai partikel pembentuk kalimat imperative. Penelitian ini fokus kepada peranan ketiga partikel itu sebagai pembentuk keimperatifan dalam kalimat. Imperative anjuran (mbok), imperative peringatan (lho). Beliau mengungkapkan bahwa partikel mbok dan ta dapat digabung, sedangkan mbok dengan lho tak dapat digabung karena berkaitan dengan kesamaan dan perbedaan medan makna. Meski telah banyak dilakukan penelitian mengenai partikel, belum ada yang menunjukan distribusi dan pola-pola partikel tertentu secara spesifik.
Dalam makalah ini, penulis hanya ingin mengkaji partikel kok dari segi pola-polanya dalam kalimat dan makna – makna yang dibawa jika digunakan dalam kalimat. Penulis memilih partikel kok saja karena partikel kok mempunyai distribusi yang fleksibel dalam penggunaannya sehingga diharapkan tulisan ini dapat memberikan wawasan mengenai pola-pola peredarannya dalam kalimat serta makna-maknanya. Penulis merupakan penutur asli bahasa Jawa sehingga penutur mengambil data dengan menggunakan metode introspeksi.
B.     Pembahasan
a.       Partikel kok di posisi depan

KOK + FN +V

Pola I


Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada benda yang dikenai aktivitas.

(a)
-          Kok3 sapine didol kabeh le?
(Kok3 sapinya dijual semua?)
-          Kok3 klambiku dikumbah luntur?
(Kok3bajuku dicuci luntur?)
-          Kok3 sikilku dinggo mlaku lara?
-          Kok3kakiku buat jalan sakit?)
-          Kok3 bukune didol ora payu?
(Kok3bukunya dijual enggak laku?)
-          Kok3 drijiku rasane kaku bar ndemok es?
(Kok3jariku rasanya kaku setelah menyentuh es?)

-          Kok3 simbok lungo ora pamit ndok?
(Kok3 ibu pergi tidak pamit dek?)
Pada kesemua contoh (a) diatas, partikel kok muncul sebelum frasa nomina diawal kalimat dengan nada tinggi. Jika kalimat-kalimat itu tanpa partikel kok akan berbeda yaitu jika diucapkan dengan nada naik akan menjadi pertanyaan yang cukup dijawab ‘iya’ atau ‘tidak’, jika dengan nada datar akan menjadi pernyataan saja. Konteks pemakaian kok itu dilatarbelakangi dengan adanya suatu kenyataan yang dalam sudut pandang penuturnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya atau diluar dugaannya. Sehingga kok disitu menunjukan keterkejutan dan keheranan yang membutuhkan suatu penjelasan. Bisa dilihat penggunaan kok dalam kalimat kok3 klambiku dikumbah luntur itu muncul karena adanya kenyataan bahwa baju yang dicuci kemudian luntur merupakan kejadian diluar harapan penutur. Lalu timbul rasa terkejut dan heran sehingga penutur itu menggunakan partikel kok sekaligus meminta penjelasan.
Pola II

KOK + V  + N

 



Makna : heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada aktivitasnya.
(b)
-          Kok3 diitung itung duitku kurang satus ewu.
(Kok3 dihitung-hitung duitku kurang seratus ribu)
-          Kok3diombe obate ora mandhi.
(Kok3 diminum obatnya enggak manjur)
-          Kok3dimangsak segone pero.
(Kok3 dimasak nasinya enggak matang)
-          Kok3diopek peleme rung mateng.
(Kok3 dipetik mangganya belum masak)
Kok pada contoh (b) diatas muncul sebelum kata kerja pasif. Kok diucapkan dengan intonasi tinggi yang menandakan adanya keterkejutan dan heran yang membutuhkan penjelasan atas peristiwa yang terjadi. Pada kalimat Kok3 diitung itung duitku kurang satus ewu, partikel kok menandakan bahwa penutur merasa terkejut dan membutuhkan penjelasan atas peristiwa yang terjadi. Akan tetapi jika kok itu dihilangkan dalam kalimat-kalimat itu tidak lagi menunjukan ekspresi penutur yang terkejut dan heran yang membutuhkan penjelasan melainkan hanya sebuah pernyataan (jika diucapkan dengan intonasi datar) dan hanya merupakan pertanyaan iya/tidak saja tanpa ada ekspresi terkejut (jika diucapkan dengan intonasi tinggi). Contoh setelah kok dihilangkan menjadi diitung itung duitku kurang satus ewu.

KOK + ADV +V

Pola III


Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata keterangan.
(c)
-          Kok3 samben wengi mesti nanges bocah kui.
(Kok3setiap malam pasti menangis anak itu)
-          Kok3 cepet ne adhang lemper.
(Kok3 cepat ngukus lempernya)
-          Kok3 pendak dino mumet sirahku.
(Kok3 setiap hari pusing kepalaku)
-          Kok3 ning pawon ne turu.
(Kok3di dapur tidurnya)
            Kok  pada contoh diatas memberikan makna terkejut dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Jika kok dihilangkan maka semua contoh (c) diatas akan sangat berbeda yaitu berupa kalimat pernyataan saja (intonasi datar) atau pertanyaan konfirmasi ya/tidak saja (intonasi tinggi). Sehingga penggunaan kok (intonasi tinggi) sebelum kata keterangan menunjukan ekspresi terkejut dari penuturnya yang lebih ditekankan pada kata keterangan setelahnya. Pada kalimat Kok3 samben wengi mesti nanges bocah kui, penutur terkejut yang ditekankan pada kata keterangan samben wengi. Jika dilihat secara keseluruhan, partikel kok itu memberikan makna bahwa penutur terkejut dn membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai kata keterangan yang menerangkan suatu aktivitas.
Pola IV

KOK + ADJ + N

 



Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata sifat.
(d)
-          Kok3 elek bijine?
(Kok3 jelek nilainya?)
-          Kok3 entek duwite?
(Kok3 habis uangnya?)
-          Kok3 duwur cagake?
(Kok3 tinggi tiangnya?)
-          Kok3 sithik duwite?
(Kok3 sedikit uangnya?)
-          Kok3 entek segane?
(Kok3 habis nasinya?)
-          Kok3 ayu rupane?
(Kok3 cantik parasnya?)
            Pada contoh (d) diatas, partikel kok berada diawal kalimat sebelum kata sifat. Kata kok dengan intonasi tinggi memberikan makna bahwa penutur terkejut akan suatu hal dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut.



b.      Partikel kok diposisi tengah

Pola I

FN + KOK + V

 



Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata kerja.
(e)
-          Omah sing gede kae kok3 didol?
(Rumah yang besar itu kok3 dijual?)
-          Buku sing wis lawas kae kok3 dituku?
(Buku yang sudah lama itu kok3 dibeli?)
-          Wong sik nganggo klambi abang kae kok3 mlaku neng tengah ndalan?
(Orang yang memakai baju merah itu kok3 jalan ditengah jalan?)
-          Bocah ayu-ayu kok3 mangan sego ning tengah lawang?
(Anak canti- cantik kok3 makan nasi ditengah jalan?)
            Kok pada contoh (e) diatas berada diposisi tengah antara kata benda dan kata kerja pasif, transitif, dan intransitif. Kok diatas diucapkan dengan intonasi tinggi yang memberikan arti bahwa penutur meminta penjelasan atau alasan atas suatu aktivitas.

FN + KOK + ADJ

Pola II


Makna: heran, terkejut dan membutuhkan penjelasan. Penekanan ada pada kata kerja.
(f)
-          Wit pelem neng ngarep omah kae kok3 mati?
(Pohon mangga di depan rumah itu kok3 mati?)
-          Motore bapak kok3 rusak?
(Motor bapak kok3 rusak?)
-          Tandurane pari kok3 garing?
(Tanaman padi itu kok3 kering?)
-          Bocah cilik kae kok3 ndregil?
(Anak kecil itu kok3 terampil?)
            Kok pada contoh (f) diatas berada ditengah kalimat dan muncul sebelum kata sifat. Kok dalam kalimat itu diucapkan dengan intonasi tinggi dan memberi makna bahwa penutur terkejut dan heran sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut. Pada kalimat Motore bapak kok3 rusak, kata kok menunjukan bahwa ada rasa terkejut dari penetur hingga penutur itu meminta sebuah penjelasan atas rusaknya motor milik bapak.

 ADJ + KOK + FN

Pola III


Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata sifat yang diikutinya.
 (g)
-          Akeh kok3 buku sing apik tur murah!
(Banyak kok3 buku yang bagus dan murah!)
-          Ono kok3 wong sing ramah!
(Ada kok3 orang yang ramah!)
-          Ora urip kok3 wit sing
-           tak tandhur wingi!
(Tidak hidup kok3 pohon yang aku tanam kemarin!)
-          Mateng kok3 sego sing tak liwet mau!
(Matang kok3 nasi yang aku masak tadi!)
-          Wani kok3 aku mlaku tengah wengi!
(Berani kok3 aku jalan tengah malam!)
-          Seneng kok3 wonge karo koe!
(Seneng kok3 orangna sama kamu!)
-          Wedhi tenan kok3 wonge mlaku ning nggon petengan!
(Takut benar kok3 dia jalan di tempat gelap!)
            Kok pada contoh (g) diatas diucapkan dengan intonasi tinggi juga namun memberikan makna yang berbeda dengan kok yang ada pada contoh sebelumnya. Kok pada contoh (a) hingga (f) memberikan makna terkejut dan heran hingga membutuhkan suatu penjelasan namun pada contoh (g) kok memberikan penekanan pada kata sifat yang diikutinya sehingga terkesan untuk meyakinkan lawan bicaranya.
Pola IV

FV + KOK + FN

 



Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata kerja yang diikutinya.
Lihat contoh dialog dibawah ini:
Joni     : Jo aku tak lungo jajan sik ya.
            (Jo aku mau pergi beli jajan dulu ya.)
Paijo    : Lah koe mau tak gawake sego Jon. Ora dipangan?
            (Lah kamu tadi kubawakan nasi Jon. Enggak dimakan?)
Joni     : Uwis Jo. Tak pangan kok3 segomu mau. Iki aku arep jajan liyane.
            (Udah Jo. Kumakan kok3 nasimu tadi. Ini aku mau beli yang lain.)
(h)
-          Tak pangan kok3 segomu mau.
(Kumakan kok3 nasimu tadi)
-          Rung tak garap kok3 gaweane.
(Belum kukerjakan kok3 kerjaanya)
-          Wis tak bayar kok3 blanjane wingi.
(Sudah kubayar kok3 blanjaan kemarin)
-          Arep tak tandhur kok3 wit pelem kae.
(Mau kutanam kok3 pohon mangga itu)
            Kok pada contoh (h) diatas memiliki makna yang sama dengan kok yang ada pada contoh (g) yaitu memberikan keyakinan atas apa yang diucapkan kepada lawan bicara. Pada kalimat Tak pangan kok3 segomu mau, penutur berusaha meyakinkan lawan bicaranya bahwa nasi memang benar-benar dimakan oleh penutur.


c.       Partike  kok di posisi akhir


ADJ + KOK
Pola I


Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata sifat yang diikutinya.
(i)
-          Ayu kok3.
(Cantik kok3)
-          Ora po po kok3.
(Tidak pa pa kok3)
-          Ono kok3.
(Ada kok3)
-          Ora urip kok3.
(Hidup kok3)
-          Murah kok3.
(Murah kok3)
-          Enak kok3.
(Enak kok3)
            Kok pada contoh (i) ada di akhir kalimat yaitu berada setelah kata sifat dan diucapkan dengan intonasi tinggi. Makna yang diberikan oleh kok adalah penutur memberikan keyakinan kepada lawan bicaranya dengan menekankan pada kata sifat yang diikutinya. Penutur yang mengucapkan kalimat seperti pada contoh Ayu kok3 sepertinya memberikan keyakinan kepada lawan bicara bahwa sesuatu itu benar-benar cantik.




FV + KOK
Pola II


Makna:  kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata kerja yang diikutinya.
(j)
-          Bar sinau kok3.
(Habis belajar kok3)
-          Mangsak kok3.
(Masak kok3)
-          Mlaku kok3.
(Jalan kok3)
-          Nyambut gawe kok3.
(Kerja kok3)
-          Kandani kok3.
(Kasih tau kok3)
            Kok pada contoh (j) diatas berada pada akhir kalimat yaitu muncul setelah kata kerja dan diucapkan dengan intonasi tinggi. Pada kalimat Bar sinau kok3, kok yang digunakan oleh penutur mengindikasikan bahwa penutur memang ingin meyakinkan dan melakukan pembenaran atas apa yang telah dilakukannya. Dalam kalimat itu adalah bahwa penutur memang benar-benar telah belajar.

ADV + KOK
            Pola III


Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata keterangan yang diikutinya.
(k)       -Pendak dino kok3
            (Setiap hari kok3)
            -Ning omah kok3
            (Di rumah kok3)
Pemakaian kok pada contoh (k) ini memberikan kesan bahwa penutur meyakinkan sebuah pernyataan yang dikatakan sebelumnya kepada lawan bicaranya. Pada Pendak dino kok3 maksudnya adalah setiap hari dan bukan setiap dua hari atau yang lainnya.

FN + KOK
Pola IV


Makna: kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang     diberikan kepada lawan bicara. Penekanan ada pada kata benda yang diikutinya.
(l)        
 - Omahku kok3
            (Rumahku kok3)
            - Wong loro kok3
            (Dua orang kok3)
            - Piring kok3
            (Piring kok3)
Pada contoh (l) diatas kok berada di akhir kalimat dengan intonasi tinggi. Kok memberikan arti meyakinkan pada pernyataan, pembenaran yang dikatakan sebelumnya. Contoh omahku kok3 ini menunjukan bahwa penutur meyakinkan lawan bicara bahwa rumah itu adalah rumah penutur dan bukan rumah orang lain. Sehingga kok disini membawa makna meyakinkan akan suatu pernyataan atau kebenaran.



C.    Kesimpulan
Dari kajian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1.       konstruksi partikel kok berdasarkan posisinya memiliki beberapa pola yaitu:
Kok posisi awal dengan empat pola:
Pola I               : KOK + FN + V
Pola II             : KOK + V + N
Pola III            : KOK + ADV + V
Pola IV            : KOK + ADJ + N
Kok posisi tengah mempunyai empat pola:

Pola I               : FN + KOK + V
Pola II             : FN + KOK + ADJ
Pola III            : ADJ + KOK + FN
Pola IV            : FV + KOK + FN
Kok posisi akhir mempunyai empat pola:
Pola I               : ADJ + KOK
Pola II             : FV + KOK
Pola III            : ADV + KOK
Pola IV            : FN +KOK
2.      Penggunaan partikel kok dalam kalimat mempunyai makna:
a.       Rasa heran, terkejut sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut (pada contoh a hingga contoh f).
b.      kesan yang meyakinkan pada pernyataan, pembenaran atau respon yang diberikan kepada lawan bicara (pada contoh g hingga l )



DAFTAR PUSTAKA

Finegan, E., Niko Besnier, David Blair dan Peter Collins. 1992. Language: Its Structure and         Use. NSW: Harcourt Brace Jovanovich Group.
Kridalaksana, Harimukti. 1982. “Pendahuluan”dalam Dasar-dasar Linguistik Umum. Djoko        Kentjono (Ed). Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudaryanto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Wedhawati, dkk. 1980. Kata Tugas Bahasa Jawa. Yogyakarta: Laporan Penelitian oleh Balai        Penelitian Bahasa.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar